Jumat, 20 Januari 2012

Senin, 02 Januari 2012

PERBANDINGAN BAHASA NUSANTARA

1. Pengertian Bahasa Kerabat
Kata kerabat (Inggris cognate) adalah kata-kata yang masih diturunkan dari sumber yang sama. Hal ini bisa terjadi dalam satu bahasa misalkan dalam bahasa Inggris terdapat kata shirt dan skirt yang diturunkan dari kata bahasa proto-Indo-Eropa *sker. Hal ini bisa pula terjadi antar bahasa, contohnya kata Melayu/Indonesia “jarum” yang masih berkerabat dengan kata Jawa dom.
Dua bahasa atau lebih dapat dikatakan kerabat apabila bahasa-bahasa tersebut berasal dari satu bahasa yang dipakai pada masa lampau. Selama pemakaiannya, semua bahasa mengalami perubahan dan bahasa bisa pecah menjadi dua atau lebih bahasa turunan. Adanya hubungan kekerabatan antara dua bahasa atau lebih ditentukan oleh adanya kesamaan bentuk dan makna.
Bentuk-bentuk kata yang sama antara berbagai bahasa dengan makna yang sama, diperkuat lagi dengan kesamaan-kesamaan unsur-unsur tata bahasa, dapat dijadikan dasar penentuan bahwa bahasa-bahasa tersebut berkerabat, yang diturunkan daru satu bahasa proto yang sama.
Kemiripan atau kesamaan bentuk dan makna sebagai akibat dari perkembangan sejarah yang sama atau perkembangan dari suatu bahasa proto yang sama. Bahasa-bahasa yang mempunyai hubungan yang sama atau berasal dari suatu bahasa proto yang sama, kemudian berkembang menjadi bahasa-bahasa baru, maka dimasukkan dalam satu keluarga bahasa (language family) yang berarti bentuk kerabat.
Bahasa dianggap berkerabat dengan kelompok bahasa tertentu apabila secara relative memperlihatkan kesamaan yang besar bila dibandingkan kelompok-kelompok lainnya. Perubahan fonemis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang teratur. Semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat, maka akan semakin banyak didapat kesamaan antar pokok-pokok bahasa yang dibandingkan.

2. Metode Komparatif
Linguistik Hirtoris Komparatif adalah ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu tertentu, serta mengkaji perubahan unsure bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tertentu (Keraf, 1990:22).
Tujuan dan Manfaat Linguistik Historis Komparatif, dengan memperhatikan luas lingkupnya adalah:
1. Menekankan hubungan-hubungan antara bahasa-bahasa serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsure-unsur yang menunjukkan hubungan dan tingkat kekerabatan antar bahasa-bahasa itu.
2. Mengadakan rekontruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa yang dianggap lebih tua atau menemukan bahasa-bahasa proto yang menurunkan bahasa kontemporer.
3. Mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa. Ada beberapa bahasa yang memperlihatkan keanggotannya lebih dekat satu sama lain apabila dibandingkan dengan beberapa anggota lainnya(Keraf,1990:23).
Aspek bahasa yang tepat dijadikanobjek perbandingan adalah bentuk dan makna. Kesamaan-kesamaan bentuk dan makna itu akan lebih meyakinkan, karena bantuk-bentuk tersebut memperlihatkan kesamaan semantic. Kesamaan bentuk dan makna tersebut sebagai pantulan dari sejarah warisan yang sama. Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari bahasa proto yang sama selalu akan memperlihatkan kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis).
Asumsi mengenai kata kerabat yang berasal dari sebuah bahasa proto yang didasarkan pada beberapa kenyataan berikut. Pertama, ada sebuah kosa kata dari kelompok bahasa tertentu secara relative memperlihatkan kesamaan yang besar apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kedua, perubahan fonetis dalam sejahar bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang terstur. Keteraturan ini oleh Grimm dinamakan Hukum Bunyi. Ketiga, semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat akan semakin banyak kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan.
3. Kegiatan perbandingan bahasa dengan metode komparatif oleh para ilmuwan.
Mengetahui bahwa di asia tenggara banyak bahasa yang mengandung persamaan, para ahli yang umumnya berasal dari eropa itu makin giat menyelidiki. Mula-mula mereka hanya menyelidiki bahasa-bahasa yang saling berdekatan dalam arti geografis. Misalnya bahasa indonesia/melayu, bahasa batak, minangkabau, sunda, dan lain-lain. Bahasa-bahasa tersebut mereka perbandingkan antara yang satu dengan yang lain. Mereka selidiki perbedaan dan persamaannya, mereka tentukan hukum bunyi yang berlaku dalam tiap-tiap bahasa.
Melalui cara-cara itu mereka sampai pada kesimpulan bahwa karena begitu banyak persamaan antara bahasa-bahasa tersebut maka tak boleh tidak, pastilah bahasa-bahasa tersebut mempunyai hubungan kekeluargaan dan berasal dari satu induk bahasa.
Lama-kelamaan bahasa yang mereka selidiki dan mereka perbandingkan makin banyak dan wilayahnya makin luas. Walaupun begitu, kesimpulan mereka tetap, bahkan makin mantap. Pastilah bahasa-bahasa itu mempunyai hubungan kekeluargaan dan berasal dari induk bahasa yang sama, dipergunakan secara umum oleh suatu masyarakat dalam suatu wilayah.
Wilhelm von Humboldt mengungkapkan bahwa antara bahasa-bahasa di indonesia dengan bahasa-bahasa di polinesia, kepulauan lautan teduh, terdapat banyak persamaan. Kemudian H.C. van der gabelents menemukan pula bahwa hubungan itu lebih luas lagi, yaitu meliputi bahasa-bahasa Melanesia.
Demikianlah, bahasa-bahasa yang mempunyai hubungan kekeluargaan makin lama makin luas wilayahnya dan makin banyak jumlahnya. Bahasa-bahasa di Filipina dan bahasa yang dipergunakan penduduk asli di kepulauan taiwan juga ternyata berkekeluargaan dengan bahasa-bahasa di Indonesia. Dan masih banyak lagi bahasa yang memiliki hubungan kekeluargaan di dunia ini jika di teliti dan dibandingkan antara satu bahasa dengan bahasa yang lainnya.

4. Tanah Asal Bangsa dan Bahasa Austronesia
Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung selatan dan dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di ujung timur.
Bahasa-bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa tersebar luas di seluruh pulau-pulau Asia Tenggara dan Pasifik , dengan beberapa anggota berbicara di benua Asia . It is on par with Bantu , Indo-European , Afro-Asiatic and Uralic as one of the best-established ancient language families. Hal ini setara dengan Bantu , Indo-Eropa , Afro-Asia dan Uralic sebagai salah satu keluarga mapan kuno bahasa terbaik. The name Austronesian comes from Latin auster “south wind” plus Greek nêsos “island”. Nama Austronesia berasal dari bahasa Latin Auster “angin selatan” plus Yunani nêsos “pulau”. The family is aptly named, as the vast majority of Austronesian languages are spoken on islands: only a few languages, such as Malay and the Chamic languages , are indigenous to mainland Asia. Keluarga adalah aptly bernama, karena sebagian besar bahasa Austronesia dituturkan di pulau-pulau: hanya beberapa bahasa, seperti Malaysia dan bahasa Chamic , adalah adat ke Asia daratan. Many Austronesian languages have very few speakers, but the major Austronesian languages are spoken by tens of millions of people. Banyak bahasa Austronesia beberapa pembicara sangat, tetapi bahasa Austronesia besar dituturkan oleh puluhan juta orang. Some Austronesian languages are official languages (see the list of Austronesian languages ). Otto Dempwolff , a German scholar, was the first researcher to extensively explore Austronesian using the comparative method . Beberapa bahasa Austronesia adalah bahasa resmi (lihat daftar bahasa Austronesia ). Otto Dempwolff , seorang ilmuwan Jerman, merupakan peneliti pertama secara ekstensif mengeksplorasi menggunakan Austronesia dengan metode komparatif .
There is debate among linguists as to which language family comprises the largest number of languages. Ada perdebatan di kalangan ahli bahasa sebagai rumpun bahasa yang terdiri dari jumlah terbesar bahasa. Austronesian is clearly one candidate, with 1,268 (according to Ethnologue ), or roughly one-fifth of the known languages of the world. Austronesia jelas merupakan salah satu kandidat, dengan 1.268 (menurut Ethnologue ), atau sekitar seperlima dari bahasa yang dikenal di dunia. The geographical span of the homelands of its languages is also among the widest, ranging from Madagascar to Easter Island . Hawaiian , Rapanui , and Malagasy (spoken on Madagascar ) are the geographic outliers of the Austronesian family. Cakupan geografis dari daerah asalnya bahasa adalah juga antara luas, mulai dari Madagaskar ke Pulau Paskah . Hawaii , Rapanui , dan Malagasi (berbicara di Madagaskar ) adalah outlier geografis keluarga Austronesia.
Austronesia adalah istilah mengacu pada suatu daerah yang dimana bahasa-bahasa Austronesia dituturkan, daerah tersebut mencakup oleh penduduk pulau Taiwan, kepulauan Nusantara (termasuk Filipina), Mikronesia, Melanesia, Polinesia, dan Pulau Madagaskar. Secara harafiah, Austronesia berarti “Kepulauan Selatan” dan berasal dari bahasa Latin austrālis yang berarti “selatan” dan bahasa Yunani nêsos (jamak: nesia) yang berarti “pulau”.
Jika bahasa Jawa di Suriname dimasukkan, maka cakupan geografi juga mencakup daerah tersebut. Studi juga menunjukkan adanya masyarakat penutur bahasa mirip Melayu di pesisir Sri Langka.
Asal usul bangsa Austronesia
Untuk mendapat ide akan tanah air dari bangsa Austronesia, cendekiawan menyelidiki bukti dari arkeologi dan ilmu genetika. Penelaahan dari ilmu genetika memberikan hasil yang bertentangan. Beberapa peneliti menemukan bukti bahwa tanah air bangsa Austronesia purba berada pada benua Asia. (seperti Melton dkk., 1998), sedangkan yang lainnya mengikuti penelitian linguistik yang menyatakan bangsa Austronesia pada awalnya bermukim di Taiwan. Dari sudut pandang ilmu sejarah bahasa, bangsa Austronesia berasal dari Taiwan karena pada pulau ini dapat ditemukan pembagian terdalam bahasa-bahasa Austronesia dari rumpun bahasa Formosa asli. Bahasa-bahasa Formosa membentuk sembilan dari sepuluh cabang pada rumpun bahasa Austronesia. Comrie (2001:28) menemukan hal ini ketika ia menulis:
… Bahasa-bahasa Formosa lebih beragam satu dengan yang lainnya dibandingkan seluruh bahasa-bahasa Austronesia digabung menjadi satu sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi perpecahan genetik dalam rumpun bahasa Austronesia diantara bahasa-bahasa Taiwan dan sisanya. Memang genetik bahasa di Taiwan sangatlah beragam sehingga mungkin saja bahasa-bahasa itu terdiri dari beberapa cabang utama dari rumpun bahasa Austronesia secara kesuluruhan.
Setidaknya sejak Sapir (1968), ahli bahasa telah menerima bahwa kronologi dari penyebaran sebuah keluarga bahasa dapat ditelusuri dari area dengan keberagaman bahasa yang besar ke area dengan keberagaman bahasa yang kecil. Walau beberapa cendekiawan menduga bahwa jumlah dari cabang-cabang diantara bahasa-bahasa Taiwan mungkin lebih sedikit dari perkiraan Blust sebesar 9 (seperti Li 2006), hanya ada sedikit perdebatan diantara para ahli bahasa dengan analisis dari keberagaman dan kesimpulan yang ditarik tentang asal dan arah dari migrasi rumpun bahasa Austronesia.
Bukti dari ilmu arkeologi menyarankan bahwa bangsa Austronesia bermukim di Taiwan sekitar delapan ribu tahun yang lalu. Dari pulau ini para pelaut bermigrasi ke Filipina, Indonesia, kemudian ke Madagaskar dekat benua Afrika dan ke seluruh Samudra Pasifik, mungkin dalam beberapa tahap, ke seluruh bagian yang sekarang diliputi oleh bahasa-bahasa Austronesia. Bukti dari ilmu sejarah bahasa menyarankan bahwa migrasi ini bermula sekitar enam ribu tahun yang lalu. Namun, bukti dari ilmu sejarah bahasa tidak dapat menjembatani celah antara dua periode ini.
Pandangan bahwa bukti dari ilmu bahasa menghubungkan bahasa Austronesia purba dengan bahasa-bahasa Tiongkok-Tibet seperti yang diajukan oleh Sagart (2002), adalah pandangan minoritas seperti yang dinyatakan oleh Fox (2004:8):
Disiratkan dalam diskusi tentang pengelompokan bahasa-bahasa Austronesia adalah permufakatan bahwa tanah air bangsa Austronesia berada di Taiwan. Daerah asal ini mungkin juga meliputi kepulauan Penghu diantara Taiwan dan Cina dan bahkan mungkin juga daerah-daerah pesisir di Cina daratan, terutamanya apabila leluhur bangsa Austronesia dipandang sebagai populasi dari komunitas dialek yang tinggal pada permukiman pesisir yang terpencar.
Analisis kebahasaan dari bahasa Austronesia purba berhenti pada pesisir barat Taiwan. Bahasa-bahasa Austronesia yang pernah dituturkan di daratan Cina tidak bertahan. Satu-satunya pengecualian, bahasa Chamic, adalah migrasi yang baru terjadi setelah penyebaran bangsa Austronesia.

WACANA

Rangkuman
Wacana adalah rangkaian ujaran lisan maupun tulisan yang mengungkapkan suatu hal, disajikan secara teratur (memiliki kohesi dan koherensi), dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental bahasa.
Mempelajari wacana berarti pula mempelajari bahasa dalam pemakaian. Di samping itu, pembicaraan tentang wacana membutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat.
Untuk mencapai wacana yang kohesi dan koherensi diperlukan alat-alat wacana. Baik yang berupa alat gramatikal , aspek semantik, atau gabungan keduanya. Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan agar suatu wacana menjadi kohesi, antara lain adalah (a) konjungsi, (b) kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis, (c ) menggunakan elipsis (Chaer, 1994).
Penggunaan aspek semantik juga dapat dilakukan agar suatu wacana menjadi kohesi dan koherensi. Menurut Chaer hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (1) menggunakan hubungan pertentangan antarkalimat, (2) menggunakan hubungan generik-spesifik atau sebaliknya spesifik-generik, (3) menggunakan hubungan perbandingan antara dua kalimat dalam satu wacana, (4) menggunakan hubungan sebab akibat antara dua kalimat, (5) menggunakan hubungan tujuan dalam satu wacana, dan (6) menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua kalimat dalam satu wacana.
2. Jenis-jenis Wacana
Rangkuman
Wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana dapat digolongkan atas wacana verbal dan nonverbal. Berdasarkan media komunikasinya, wacana dapat diklasifikasikan atas wacana lisan dan tulisan. Berdasarkan cara pemaparannya, wacana dapat digolongkan atas wacana naratif, deskriptif, prosedural, ekspositori, dan hortatori. Sedangkan dari segi jenis pemakaiannya, wacana dapat kita klasifikasikan atas wacana monolog, dialog, dan polilog. Jenis-jenis wacana tersebut dapat ditabelkan seperti di bawah ini.
SUDUT PANDANG
JENIS WACANA
Eksistensi/realitas
verbal
nonverbal
Media Komunikasi
lisan
tulisan
Cara Pemaparan
naratif
deskriptif
prosedural ekspositori
hortatori
Jenis Pemakaian
monolog
dialog
polilog
3. Analisis Wacana
Rangkuman
Dalam studi wacana kita tidak hanya menelaah bagian-bagian bahasa sebagai unsur kalimat, tetapi juga harus mempertimbangkan unsur kalimat sebagai bagian dari kesatuan yang utuh. Di Eropa penelitian wacana dikenal sebagai penelitian texlinguistics atau textgrammar. Para sarjana Eropa tidak membedakan teks dari wacana; wacana adalah alat dari teks (Djajasudarma, 1994).
Analisis wacana dapat dilakukan pada wacana dialog maupun monolog. Analisis wacana dialog atau wacana percakapan dapat dibagi dua macam, yaitu analisis pada dialog sesungguhnya (real conversation) dan dialog teks. Analisis wacana pada dialog sesungguhnya adalah analisis pada percakapan spontan yang ditunjang dengan segala situasinya, dialog jenis ini dilakukan dengan cara tatap muka. Selain itu, percakapan di sini bukan merupakan percakapan imitasi atau hafalan dari suatu teks seperti drama.
Analisis pada dialog teks adalah analisis pada percakapan imitasi. Percakapan imitasi terjadi jika suatu teks dilatihkan sebagai bahan percakapan, seperti teks drama, film, dan percakapan lain yang dituliskan. Dialog jenis ini pun memerlukan tatap muka. Namun, kalau teks itu tidak dipercakapkan maka tatap muka tidak diperlukan.
Menurut Jack Richard dalam Syamsudddin dkk., hal-hal pokok yang harus menjadi perhatian analisis wacana dialog, yaitu aspek : 1) kerjasama partisipan percakapan, 2) tindak tutur, 3) penggalan pasangan percakapan, 4) pembukaan dan penutupan percakapan, 5) pokok pembicaraan, 6) giliran bicara, 7)percakapan lanjutan, 8) unsur tatabahasa percakapan, dan 9) sifat rangkaian percakapan.
Bentuk bahasa lisan atau tulisan yang tidak termasuk dalam lingkup percakapan atau tanya jawab digolongkan sebagai jenis wacana monolog. Yang termasuk jenis ini antara lain, pidato, dan khotbah, yang dituliskan. Selain itu juga berita yang tertuang dalam bentuk teks seperti surat kabar, sepucuk surat, dan lain-lain. Analisis wacana ini sebenarnya banyak kesamaannya dengan analisis dialog. Namun, pada wacana monolog tidak ada aspek: tatap muka, penggalan pasangan percakapan, dan kesempatan berbicara.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis wacana monolog adalah hal-hal yang berhubungan dengan (1) rangkaian dan kaitan tuturan (cohesions and coherents) (2) penunjukan atau perujukan (references), dan (3) pola pikiran dan pengembangan wacana (topic and logical development).
Daftar Pustaka
  • Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Djajasudarma, Fatimah. (1994). Wacana ( Pemahaman dan Hubungan Antarunsur), Jakarta: Eresco.
  • Richard, Jack C. (1982). On Conversation. SEAMEO Regional Language Center. Occasional Paper No. 25. Singapore.
  • Searle, J. (1972). “What is a Speech Act”, dalam Syamsuddin dkk. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Syamsuddin A.R.dkk. (1998). Studi Wacana Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Tarigan, Henry Guntur. (1987). Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

SEMANTIK


1. Pengertian dan Manfaat Semantik
Rangkuman
Semantik, baru banyak dibicarakan orang ketika Chomsky sebagai tokoh linguistik transformasi mengungkapkan pentingnya makna dalam linguistik, dan menyatakan bahwa semantik adalah bagian dari tatabahasa. Komunikasi berbahasa hanya dapat berjalan dengan baik jika para pelaku komunikasi memahami makna yang disampaikan. Untuk itu, studi tentang makna (semantik) sudah selayaknya diperhatikan.
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema (katabenda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini adalah tanda linguistik (signe) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, yaitu yang terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Jadi, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan makna. Keduanya merupakan unsur dalam bahasa (intralingual) yang merujuk pada hal-hal di luar bahasa (ekstralingual).
Pada perkembangannya kemudian, kata semantik ini disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. (Chaer, 1995).
Sebagai studi linguistik, semantik tidak mempelajari makna-makna yang berhubungan dengan tanda-tanda nonlinguistik seperti bahasa bunga, bahasa warna, morse, dan bahasa perangko. Hal-hal itu menjadi persoalan semiotika yaitu bidang studi yang mempelajari arti dari suatu tanda atau lambang pada umumnya. Sedangkan semantik hanyalah mempelajari makna bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
Mengkaji makna bahasa (sebagai alat komunikasi verbal) tentu tidak dapat terlepas dari para penggunanya. Pengguna bahasa adalah masyarakat. Oleh karena itu studi semantik sangat erat kaitannya dengan ilmu sosial lain, seperti sosiologi, psikologi, antropologi, dan filsafat.
2. Jenis-jenis Makna
Rangkuman
Pembicaraan tentang jenis makna dapat menggunakan berbagai kriteria atau sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, makna dapat diklasifikasikan atas makna leksikal dan gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan istilah atau makna khusus dan umum. Agar lebih jelas Anda dapat memperhatikan tabel berikut ini.
SUDUT PANDANG
JENIS MAKNA
1. jenis semantik
makna leksikal dan gramatikal
2. referen
makna referensial dan nonreferensial
3. nilai rasa
makna konotatif dan denotatif
4. ketepatan makna
makna kata dan istilah
makna khusus dan umum
Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem atau bersifat kata. Karena itu dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai referennya, makna sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam hidup kita. Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Referen, adalah sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh suatu kata. Bila suatu kata mempunyai referen, maka kata tersebut dikatakan bermakna referensial. Sebaliknya, jika suatu kata tidak mempunyai referen maka kata tersebut bermakna nonreferensial.
Sebuah kata disebut bermakna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi atau disebut netral.
Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna referensial. Makna ini biasanya diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi (penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan) atau pengalaman lainnya. Pada dua kata yang bermakna denotasi sama dapat melekat nilai rasa yang berbeda sehingga memunculkan makna konotasi.
Jika suatu kata digunakan secara umum maka yang muncul adalah makna kata yang bersifat umum, sedangkan jika kata-kata tersebut digunakan sebagai istilah dalam suatu bidang maka akan muncul makna istilah yang bersifat khusus. Istilah memiliki makna tetap dan pasti karena istilah hanya digunakan dalam bidang ilmu tertentu.
3. Relasi Makna dan Perubahan Makna
Rangkuman
Relasi makna atau hubungan makna adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata atau satuan bahasa (frase, klausa, kalimat) dengan kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan ini dapat berupa kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi), kelainan makna (homonimi), ketercakupan makna (hiponimi), dan ambiguitas.
Secara harafiah, kata sinonimi berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sedangkan Verharr secara semantik mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (dapat berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain (Verhaar, 1981).
Sinonimi dapat dibedakan atas beberapa jenis, tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Yang harus diingat dalam sinonim adalah dua buah satuan bahasa (kata, frase atau kalimat) sebenarnya tidak memiliki makna yang persis sama. Menurut Verhaar yang sama adalah informasinya. Hal ini sesuai dengan prinsip semantik yang mengatakan bahwa apabila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda, walaupun perbedaannya hanya sedikit. Selain itu, dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang bersinonim belum tentu dapat dipertukarkan begitu saja
Antonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma yang berarti nama, dan anti yang berarti melawan. Arti harfiahnya adalah nama lain untuk benda lain pula. Menurut Verhaar antonim ialah ungkapan (biasanya kata, frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.
Polisemi adalah satuan bahasa yang memiliki makna lebih dari satu. Namun sebenarnya makna tersebut masih berhubungan. Polisemi kadangkala disamakan saja dengan homonimi, padahal keduanya berbeda. Homonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan homos yang berarti sama. Jadi, secara harafiah homonimi dapat diartikan sebagai ‘nama sama untuk benda lain’. Secara semantis, Verhaar mendefinisikan homonimi sebagai ungkapan (kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain tetapi berbeda makna.
Kata-kata yang berhomonim dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu: Homonim yang: (a) homograf, (b) homofon, dan (c) homograf dan homofon.
Kata hiponimi berasal dari Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma ‘nama’ dan hypo’di bawah’. Secara harfiah hiponimi berarti ‘nama yang termasuk di bawah nama lain (Verhaar, 1993). Secara semantis, hiponimi dapat didefinisikan sebagai ungkapan (kata, frase, ata kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna ungkapan lain.
Istilah ambiguitas berasal dari bahasa Inggris (ambiguity) yang menurut Kridalaksana berarti suatu konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu arti (Kridalaksana, 1982).Ambiguitas dapat terjadi pada komunikasi lisan maupun tulisan. Namun, biasanya terjadi pada komunikasi tulisan. Dalam komunikasi lisan, ambiguitas dapat dihindari dengan penggunaan intonasi yang tepat. Ambiguitas pada komunikasi tulisan dapat dihindari dengan penggunaan tanda baca yang tepat. Makna-makna dalam bahasa Indonesia dapat mengalami perubahan makna, seperti perluasan makna, penyempitan makna, penghalusan makna, dan pengasaran makna.
Daftar Pustaka
  • Chaer, Abdul. (1990). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
  • ______. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Djajasudarma, T. fatimah. (1993). Semantik I Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco
  • Kridalaksana, Harimurti. (1988). Kamus Sinonim Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
  • Pateda, Mansur. (1986). Semantik Leksikal. Ende Flores: Nusa Indah.
  • Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Slametmulyana. (1964). Semantik. Jakarta: Jambatan.
  • Soedjito. (1988). Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
  • Verharr, J.W.M. (1993). Pengantar Linguistik I. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

SINTAKSIS



1. Pengertian Sintaksis dan Alat-alat Sintaksis
Rangkuman
Secara etimologi, sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan tattein yang berarti menempatkan. Jadi, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Dalam setiap bahasa ada seperangkat kaidah yang sangat menentukan apakah kata-kata yang ditempatkan bersama-sama tersebut akan berterima atau tidak. Perangkat kaidah ini sering disebut sebagai alat-alat sintaksis, yaitu urutan kata, bentuk kata, intonasi, dan konektor yang biasanya berupa konjungsi.
Keunikan setiap bahasa berhubungan dengan alat-alat sintaksis ini. Ada bahasa yang lebih mementingkan urutan kata daripada bentuk kata. Ada pula bahasa yang lebih mementingkan intonasi daripada bentuk kata. Bahasa Latin sangat mementingkan bentuk kata daripada urutan kata. Sebaliknya, bahasa Indonesia lebih mementingkan urutan kata.
2. Satuan Sintaksis dan Hubungan Antarsatuan Sintaksis
Rangkuman
Sintaksis memiliki unsur-unsur pembentuk yang disebut dengan istilah satuan sintaksis. Satuan tersebut adalah kata, frase, klausa, dan kalimat. Pembahasan kata dalam tataran sintaksis berbeda dengan pembahasan kata pada tataran morfologi. Dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan terkecil yang membentuk frase, klausa, dan kalimat. Oleh karena itu kata sangat berperan penting dalam sintaksis, sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai satuan-satuan sintaksis. Kata dapat dibedakan atas dua klasifikasi yaitu kata penuh dan kata tugas.
Frase biasa didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih dan tidak memiliki unsur predikat. Unsur-unsur yang membentuk frase adalah morfem bebas. Berdasarkan bentuknya, frase dapat dibedakan atas frase eksosentrik, frase endosentrik, dan frase koordinatif.
Klausa adalah satuan sintaksis berbentuk rangkaian kata-kata yang berkonstruksi predikatif. Di dalam klausa ada kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat. Selain itu, ada pula kata atau frase yang berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.
Kalimat adalah satuan sintaksis yang terdiri dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan dan disertai intonasi final.
3. Analisis Sintaksis
Rangkuman
Struktur kalimat dapat dianalisis dari tiga segi, yaitu segi fungsi, kategori, dan peran semantis. Berdasarkan segi fungsi, struktur kalimat dapat terdiri atas unsur subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Subjek biasanya didefinisikan sebagai sesuatu yang menjadi pokok, dasar, atau hal yang ingin dikemukakan oleh pembicara atau penulis. Predikat adalah pernyataan mengenai subjek atau hal yang berhubungan dengan subjek. Setelah predikat, biasanya diletakkan objek. Keberadaan objek sangat tergantung pada predikatnya. Jika predikatnya berbentuk verba transitif maka akan muncul objek. Namun, jika predikatnya berbentuk verba intransitif maka yang akan muncul kemudian adalah pelengkap. Unsur selanjutnya adalah keterangan, yaitu unsur kalimat yang berisi informasi tambahan. Informasi tersebut biasanya berhubungan dengan tempat, waktu, cara, dan sebagainya.
Kalimat dapat pula dianalisis berdasarkan kategorinya. Dalam tata bahasa tradisional, istilah kategori sering disebut dengan istilah kelas kata. Dalam bahasa Indonesia ada empat kategori sintaksis utama, yaitu: (a) Nomina atau kata benda, (b) Verba atau kata kerja, (c) Ajektiva atau kata sifat, dan (d) Adverbia atau kata keterangan.
Analisis yang ketiga adalah analisis sintaksis dari segi peran. Analisis ini berhubungan dengan semantis. Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran semantis tertentu. Beberapa pakar linguistik menggunakan istilah yang berbeda untuk pembicaraan peran-peran dalam sintaksis, namun sebenarnya substansinya sama.
Daftar Pustaka
  • Alwi, Hasan dkk. (peny), (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  • —————-. (1994). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bhratara.
  • Parera, J.D. (1988). Sintaksis. Jakarta: Gramedia.
  • Verharr, J.W.M. (1978). Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  • —————–. (1980). Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

FONOLOGI DAN MORFOLOGI

1. Fonetik dan Fonemik
Rangkuman
Fonetik merupakan cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar fisik bunyi-bunyi bahasa, tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut berfungsi sebagai pembeda makna. Objek kajian fonetik adalah fon. Fonemik adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Objek kajian fonemik adalah fonem.
Alat-alat ucap yang digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa adalah paru-paru, pangkal tenggorokkan, rongga kerongkongan, langit-langit lunak, langit-langit keras, gusi, gigi, bibir, dan lidah.
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya.
Alofon merupakan realisasi sebuah fonem. Alofon dapat dilambangkan dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik yaitu penulisan pengubahan menurut bunyi, dan tandanya adalah […]. Grafem merupakan pelambangan fonem ke dalam transkripsi ortografis, yaitu penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada suatu bahasa, atau penulisan menurut huruf dan ejaan suatu bahasa.
Fonem dapat dibagi atas vokal dan konsonan. Pembedaan kedua fonem ini didasarkan ada tidaknya hambatan pada alat bicara. Sebuah bunyi disebut vokal apabila tidak ada hambatan pada alat bicara. Sebuah bunyi disebut konsonan apabila dibentuk dengan cara menghambat arus udara pada sebagian alat bicara.
Fonem yang berwujud bunyi disebut fonem segmental. Fonem dapat pula tidak berwujud bunyi, tetapi merupakan tambahan terhadap bunyi yaitu tekanan, jangka, dan nada yang disebut ciri suprasegmental atau fonem nonsegmental.
Asimilasi merupakan peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya. Disimilasi yaitu perubahan dua buah fonem yang sama menjadi fonem yang berlainan. Kontraksi adalah pemendekan bentuk ujaran yang ditandai dengan hilangnya sebuah fonem atau lebih.
2. Morfologi
Rangkuman
Morfologi atau tata kata adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata. Morfologi mengkaji seluk-beluk morfem, bagaimana mengenali sebuah morfem, dan bagaimana morfem berproses membentuk kata.
Morfem adalah bentuk bahasa yang dapat dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi begitu seterusnya sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi tidak mempunyai makna. Morfem yang dapat berdiri sendiri dinamakan morfem bebas, sedangkan morfem yang melekat pada bentuk lain dinamakan morfem terikat.
Alomorf adalah bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama. Morf adalah sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya.
Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, harus dibandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Morfem utuh yaitu morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Morfem terbagi yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi karena disisipi oleh morfem lain.
Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata dapat berwujud dasar yaitu terdiri atas satu morfem dan ada kata yang berafiks. Kata secara umum dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu verba, adjektiva, averbia, nomina, dan kata tugas.
Dalam bahasa Indonesia kita kenal ada proses morfologis; afiksasi, reduplikasi, komposisi, abreviasi, metanalisis, dan derivasi balik. Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Di dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang dapat diklasifikasikan menjadi prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan kombinasi afiks.
Reduplikasi merupakan pengulangan bentuk. Ada 3 macam jenis reduplikasi, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfemis, dan reduplikasi sintaktis. Reduplikasi juga dapat dibagi atas: dwipurwa, dwilingga, dwilingga salin swara, dwiwasana, dan trilingga.
Pemajemukan atau komposisi adalah proses penghubungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Secara empiris ciri-ciri pembeda kata majemuk dari frasa adalah ketaktersisipan, ketakterluasan, dan ketakterbalikan.
Abreviasi adalah proses penggalangan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Istilah lain untuk abreviasi ialah pemendekan, sedangkan hasil prosesnya disebut kependekan. Bentuk kependekan itu dapat dibagi atas singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf,
Derivasi balik adalah proses pembentukan kata berdasarkan pola-pola yang ada tanpa mengenal unsur-unsurnya.
Daftar Pustaka
  • Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa dan Anton M. Moeliono, (1998). Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  • Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Dik, Simon C. Functional Grammar. Amsterdam: North Holland Publishing Company.
  • Givon, Talmy. (1979). On Understanding Grammar. New York: Acade-mic Press.
  • Kridalaksana, Harimurti. (1986). Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
  • ———- (1992). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Lyons, John, (1968). Introduction to Theoretical Linguistics. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Marsono. (1986). Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Parera, J.D. (1988). Morfologi. Jakarta: Gramedia.
  • Quirk, Randolph dkk. (1985). A Comprehensive Grammar of the English Language. London: Longman.
  • Ramlan, M. (1983). Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.
  • Robins, R.H., (1992), Linguistik Umum Sebuah Pengantar terjemahan Soenarjati Djajanegara General Linguistics. Seri ILDEP Ke-62. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
  • Samsuri. (1978). Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga.
  • Saussure, Ferdinand de, (1988), Pengantar Linguistik Umum. terjemahan Rahayu S. Hidayat Cours de Linguistique Generale. Seri ILDEP Ke-35. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Spat, C. (1989). Bahasa Melayu: Tata Bahasa Selayang Pandang. terjemahan A. Ikram Maleische Taal: Overzicht van de Grammatica. Seri ILDEP, Jakarta: Balai Pustaka.
  • Sudarno. (1990). Morfofonemik Bahasa Indonesia. Jakarta: Arikha Media Cipta.
  • Verhaar, J. W. M. (1996). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

LINGUISTIK ILMU BAHASA

1. Hakikat dan Ciri-ciri Bahasa
Rangkuman
Sesungguhnya, para penyelidik hingga saat ini masih belum mencapai kesepakatan tunggal tentang asal-usul bahasa. Diskusi tentang asal-usul bahasa sudah dimulai ratusan tahun lalu, Malahan masyarakat linguistik Perancis pada tahun 1866 sempat melarang mendiskusikan asal-usul bahasa. Menurut mereka mendiskusikan hal tersebut tidak bermanfaat, tidak ada artinya karena hanya bersifat spekulasi.
Penelitian Antropologi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif meyakini keterlibatan Tuhan atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Teori-teori ini dikenal dengan istilah divine origin (teori berdasarkan kedewaan/kepercayaan) pada pertengahan abad ke-18. Namun teori-teori tersebut tidak bertahan lama. Teori yang agak bertahan adalah Bow-wow theory, disebut juga onomatopoetic atau echoic theory Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan terhadap bunyi alami seperti nyanyian ombak, burung, sungai, suara guntur, dan sebagainya. Ada pula teori lain yang disebut Gesture theory yang menyatakan bahwa isyarat mendahului ujaran
Teori-teori yang lahir dengan pendekatan modern tidak lagi menghubungkan Tuhan atau Dewa sebagai pencipta bahasa. Teori-teori tersebut lebih memfokuskan pada anugerah Tuhan kepada manusia sehingga dapat berbahasa. Para ahli Antropologi menyoroti asal-usul bahasa dengan cara menghubungkannya dengan perkembangan manusia itu sendiri.
Dari sudut pandang para antropolog disimpulkan bahwa manusia dan bahasa berkembang bersama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia menjadi homo sapiens juga mempengaruhi perkembangan bahasanya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa pada manusia berkembang sejalan dengan proses evolusi manusia. Perkembangan otak manusia mengubah dia dari agak manusia menjadi manusia sesungguhnya. Hingga akalnya manusia mempunyai kemampuan berbicara. Pembicaraan tentang asal-usul bahasa dapat dibicarakan dari dua pendekatan, pendekatan tradisional dari modern para ahli dari beberapa disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pandangannya dengan berbagai argumentasi. Diskusi tentang hal ini hingga sekarang belum menemukan kesepakatan, pendapat mana dan pendapat siapa yang paling tepat.
Banyak definisi tentang konsep bahasa yang dinyatakan para ahli bahasa. Pada umumnya definisi tersebut berpendapat bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang bersifat arbitrer dan konvensional, merupakan lambang bunyi. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai ciri-ciri bahasa, yaitu (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu bersifat manusiawi.
2. Hakikat Linguistik dan Cabang-cabang Linguistik
Rangkuman
Linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata Latin lingua yang berarti bahasa. Orang yang ahli dalam ilmu linguistik disebut linguis. Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum (general linguistic) karena tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja.
Ferdinand De Saussure seorang sarjana Swiss dianggap sebagai pelopor linguistik modern. Bukunya yang terkenal adalah Cours de linguistique generale (1916). Buku tersebut dianggap sebagai dasar linguistik modern. Beberapa istilah yang digunakan olehnya menjadi istilah yang digunakan dalam linguistik. Istilah tersebut adalah langue, language, dan parole.
Langue mengacu pada suatu sistem bahasa tertentu yang ada dalam benak seseorang yang disebut competence oleh Chomsky. Langue ini akan muncul dalam bentuk parole, yaitu ujaran yang diucapkan atau yang didengar oleh kita. Jadi, parole merupakan performance dari langue. Parole inilah yang dapat diamati langsung oleh para linguis. Sedangkan language adalah satu kemampuan berbahasa yang ada pada setiap, manusia yang sifatnya pembawaan. Pembawaan ini pun harus dikembangkan melalui stimulus-stimulus. Jika dikaitkan dengan istilah-istilah dari Ferdenand De Saussure, maka yang menjadi objek dalam linguistik adalah hal-hal yang dapat diamati dari bahasa yakni parole dan yang melandasinya yaitu langue.
Bagi linguis, pengetahuan yang luas tentang linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Seorang linguis dituntut untuk dapat menjelaskan berbagai gejala bahasa dan memprediksi gejala berikutnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra, linguistik akan membantu mereka dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik. Bagi guru bahasa pengetahuan tentang seluruh subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) akan sangat diperlukan. Sebagai guru bahasa, selain dituntut untuk mampu berbahasa dengan baik dan benar mereka juga dituntut untuk dapat menjelaskan masalah dan gejala-gejala bahasa. Pengetahuan tentang linguistik akan menjadi bekal untuk melaksanakan tugas tersebut.
Bagi penyusun kamus, pengetahuan tentang linguistik akan sangat membantu dalam menjalankan tugasnya. Penyusun kamus yang baik harus dapat memahami fonem-fonem bahasa yang akan dikamuskan, penulisan fonem tersebut, makna seluruh morfem yang akan dikamuskan, dan sebagainya. Para penyusur buku pelajaran tentu banyak membutuhkan konsep-konsep linguistik dalam benaknya. Buku pelajaran yang akan disusun harus menggunakan kalimat yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa yang akan membaca buku tersebut. Di samping itu mereka harus mampu menyajikan materi dengan kosakata dan kalimat yang tepat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Linguistik akan sangat bermanfaat bagi mereka.
Sebagai sebuah gejala yang kompleks, bahasa dapat diamati atau dikaji dari berbagai segi. Hal ini melahirkan berbagai cabang linguistik. Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus. Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan diakronik. Berdasarkan bagian-bagian bahasa mana yang dikaji, dapat dibedakan adanya linguistik mikro dan makro yang sering juga diistilahkan dengan mikrolinguistik dan makrolinguistik. Berdasarkan tujuannya, dapat dibedakan antara linguistik teoritis dan linguistik terapan. Berdasarkan alirannya, linguislik dapat diklasifikasikan atas linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik trasformasional, linguistik generatif, linguistik relasional, dan linguistik sistemik. Di samping cabang-cabang linguistik di atas, Verhaar juga memasukkan pembahasan fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik sebagai cabang linguistik.
3. Aliran-aliran Linguistik
Rangkuman
Sejarah linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran linguistik yang pada akhirnya mempengaruhi pengajaran bahasa. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bahasa sehingga melahirkan berbagai tata bahasa.
Aliran tradisional telah melahirkan sekumpulan penjelasan dan aturan tata bahasa yang dipakai kurang lebih selama dua ratus tahun lalu. Menurut para ahli sejarah, tata bahasa yang dilahirkan oleh aliran ini merupakan warisan dari studi preskriptif (abad ke 18). Studi preskriptif adalah studi yang pada prinsipnya ingin merumuskan aturan-aturan berbahasa yang benar.
Sejak tahun 1930-an sampai akhir tahun 1950-an aliran linguistik yang paling berpengaruh adalah aliran struktural. Tokoh linguis dari Amerika yang dianggap berperan penting pada era ini adalah Bloomfield. Linguistik Bloomfield berbeda dari yang lain. Dia melandasi teorinya berdasarkan psikologi behaviorisme. Menurut Behaviorisme ujaran dapat dijelaskan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di sekitar kejadiannya. Kelompok Bloomfield menyebut teori ini mechanism, sebagai kebalikan dari mentalism.
Bloomfield berusaha rnenjadikan linguistik sebagai suatu ilmu yang besifat empiris. Karena bunyi-bunyi ujaran merupakan fenomena yang dapat diamati langsung maka ujaran mendapatkan perhatian yang istimewa. Akibatnya, kaum strukturalis memberikan fokus perhatiannya pada fonologi, morfologi, sedikit sekali pada sintaksis, dan sama sekali tidak pada semantik.
Tata bahasa tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, Bukunya yang terkenal adalah Linguage in Relation to a United Theory of The Structure of Human Behaviour (1954). Menurut aliran Ini, satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani yang berarti susunan). Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
Linguistik transformasi melahirkan tata bahasa Transformational Generative Grammar yang sering disebut dengan istilah tata bahasa transformasi atau tata babasa generatif. Tokoh linguistik transformasi yang terkenal adalah Noam Comsky dengan bukunya Syntactic Structure (1957). Buku tersebut terus diperbaiki oleh Chomsky sehingga terlahir buku kedua yang berjudul Aspect of the Theory of Sintax.
Chomsky menyatakan bahwa setiap tata bahasa dari suatu bahasa merupakan teori dari bahasa itu sendiri. Syarat tata bahasa menurutnya adalah:
Pertama, kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahwa tersebut sebagai kalimal yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua, tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya harus sejajar dengan teori linguistik tertentu (Chaer, 1994).
Selain hal di atas konsep dari Chomsky yang populer hingga sekarang adalah istilah dan competence, dan performance. Competence adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya. Hal ini tersimpan dalam benak para pengguna bahasa. Sedangkan performance adalah penggunaan suatu bahasa dalam keadaan real (situasi sesungguhnya). Kedua konsep ini kiranya sejalan dengan konsep langue dan parole yang dikemukakan de Saussure.
Menurut teori semantik generatif, struktur sintaksis dan semantik dapat diteliti bersamaan karena keduanya adalah satu. Struktur semantik ini serupa dengan logika, berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat argumen dalam suatu proposisi. Menurut teori ini argumen adalah segala sesuatu yang dibicarakan, predikat adalah semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainva. Jadi, dalam menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha untuk menguraikannya lebih jauh sampai diperoleh predikat yang tidak dapat diuraikan lagi.
Charles J. Fillmore dalam buku The Case for Case tahun 1968 yang pertama kali memperkenalkan tata bahasa kasus. Dalam bukunya ini Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus (Chaer, 1994). Pengertian kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus. Dalam tata bahasa kasus dikenal istilah-istilah seperti agent (pelaku), experiencer (pengalami), object (objek, yang dikenai perbuatan), source (keadaan, tempat, waktu), goal (tujuan), dan referential (acuan).
Daftar Pustaka
  • Alwasilah, Chaedar. (1985). Linguistik Suatu Pengantar, Bandung: Angkasa.
  • ————-. (1993). Beberapa Madhab & Dikotomi Teori Linguistik, Bandung: Angkasa.
  • Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Verharr, J. W.M. (1993). Pengantar Linguistik Yogyakarta: Gajah Mada University.
  • ————-. (1996). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University.

CONTOH MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN

BAB I
Pendahuluan
1.    Latar belakang
Dalam proses pembelajaran yang menjadi bidikan utama dalam mengatarkan berhasil tidak seseorang siswa adalah tetap pada guru. Untuk memegang amanat yang amat besar tersebut, perlu adanya kesadaran seorang guru yang tidak hanya mengadalkan penguasaan teori-tyeori pendidikan saja mealinkan harus mampu menggunakan pendekatan komonikasi dan pendekatan keterlibatan.
Kondisi  seperti ini tidak banyak guru bahkan orang tua yang mengetahuinya secara sadar, bahkan terkesan tidak mau tahu sama sekali. Hal ini disebabkan oleh proses prestasi dan kegagalan prestasi itu sendiri. Oleh karnanya, perlu ada paradigma baru jalinan antara guru, orang tua dan masyarakat sekitar dalam memahami konteks ketidakberdayaan siswa dalam menagkap aneka ragam pelajarannya.
Pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu pada pinsipnya dalm penanganan lebih rumit dari aspek lainya seperti politik, ekonomi budaya  dan lainya, untuk menyoal ksulitan belajar anak pada dasarnya sudah menjadi keniscayaan oleh semua pihak terutama praktisi pendidikan. Kesulitan belajar merupakan suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Jika ditilik lebih lanjut rinciaan kesulitan belajar anak mencakupbeberapa aspek. Diantaranya adalah kesulitan yang berupa bicara bahasa, membaca, menulis berhitung dan kesulitan berinteraksi, semua kesulitan tersebut bukan berarti tanpa adanya faktor atau sebab namun tidak tidak pernah menjadi perhatian utama prktisi pendikan maupun pemerintah, bila kesulitan belajar anak  dicermati lebih lanjut  akan dapat diambil langkah-langkah kongkrit yang berupa diagnostic dalam memberi terapi pada hal-hal yang menjdi kendala anak pada umumnya.
2.    Rumusan masalah
A.    apa faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar anak dan bagaimana solusi untuk mengatasi kesuliataan belajar pada anak.
Bab II
Pembahasan
Factor-faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar pada anak itu ada dua internal dan eksternal.
1.      Factor internal
Factor internal berarti adanya disfungsi neurologis yang meliputi: factor genetic (keturunan), luka pada otak karena trauma fisik atau kekurangan oksigen, biokimia yang hilang atau yang dapat  merusak otak (seperti zat pewarna dan makanan ), gizi yang tidak memadai, dan penagruh pikologis atau social yang merugikan perkembangan anak. Factor  ini akan melahirkan gangguan motorik(gerak badan ), persepsi (kemampuan intelek untuk mencari makna ), bahasa, komonikasi, dan penyesuaian prilaku social yang terkait dengan kemampuan personal siswa  itu sendiri.
2.      Factor eksternal
Factor  eksternal ditimbulkan antara lain berlansugnya strategi  yang kurang tepat, pengelolaan kegiatan belajar yang tdak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pmberian ulangan yang tidak tepat. Factor ini akan memunculkan kegagalan pencapaian prestasi  akademik yang tekait dengan institusi forma.
Ada juga kesulitan belajar  ini dipicu oleh kondisi kelurga yang relative kacau, seperti   kondisi ekonomi yang kurang, hubungan orang tuayang tidak harmonis, kondisi Negara kacau balau dengan berbagai insabilitas politik, lemahya jaringan komonikasi guru dengan siswa, siswa terlalu dilindungi tidak ada sanksi yang bersifa edukatif, kurikulum yang tidak sesuai dengan kapasitas inelek tual siswa. Dengan adanya keslitan ersebut, siswa telah dihadapkan pada perkmbangan kualitas bealajar yang amat eyedihkan, berbagai kesulitan belajar yang diterima semakin menguatkan mereka jauh dari harapan lembaga, guru, dan juga pemeintah.
B.   Langkah-langkah pemecahan kesulitan belajar siswa.
Sesuai dengan karakteristik pendidikan adlah dinamis, tanpa mengenal kepuasan dan titik puncak kesuksesan, maka kesulitan belajar pada anak harus dijadikan bahan kajian tersendiri dan harus diketahui oleh semua guru sesuai dengan perkembangan intelektual siswa bagi seorang guru yang tidak mengetahui banyak tentang teori kesulitan belajar akan menjadikan anak menjadikan anak sudah merasa puas apa yang iya peroleh dari grunya sendiri dalam lingkup lokal. Untuk itu upaya mencari solusi yang terbaik bagi anak berkesulitan belajar harus di prioritaskan dari pada senantiasa menyoal keberhasilan semata. Langkah-langkah tersebut antara lain :
1.      Menggunakan terapi medis. Langkah ini sangat menghargai pada unsur terbentuknya manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani. Unsur jasmani dalam meningkatkan kualitas anak belajar menjadi prasyarat yang sangat menentukan pula yaitu berfungsinya urat syaraf otak. Disinilah diagnostic terhadap neorologis yang dilakukan oleh seorang dokter sanat member informasi berharga bagi berfungsinya syaraf otak siswa dalam pembelajaran.
2.      Menerapkan pola bimbingan psikologis. Disamping unsure jasmani diatas, unsure rohani kondisi psikologi anak juga akan mempengaruhi mudah dan tidaknya menangkap pelajaran. Langkah tersebut lebih menekankan pada perkembangan anak yang tidak hanya berkategorikan normal secara umum, melainkan perkembangan yang abnormal yaitu setiap anak mempunyai tingkat perkembangan dan kematangan yang berbeda pula.
3.      Melalui pendidikan integrative
Langkah integrative dalam menangani anak sulit belajar merupakan langkah optimal bagi anak yang mengalami perkembangan intelektual normal dengan anak yang tergolong luar biasa (abnormal) dalam satu kelas.
Sebagai wujud aplikasi  belajar  integrative adalah (a) interaktif koperatif, berarti saling etergantungan positif, interaksi tatap muka, dan ketrampilan menjalin hubungan interpersonal.(b) interaksi kompetitif yaitu ineasi  berlomba dalam meraih prestasi secara objektif denga didukung dengan motivas yang tinggi.
Beberapa langkah tersebut tentunya harus di sesuaikan dengan factor yang melatar belakangi kesulitan anak secara pribadi dengan melibatkan oleh berbagai pihak ,guru, para pakar, orang tua,  dan masyarakat. Sehingga guru tidak merasa sendirian dalam menagani kesulitan belajar siswa  yang nyaris tidak mendapat perhatian.
BAB III
Penutup

Simpulan
Kesulitan belajar merupakan suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Jika ditilik lebih lanjut rinciaan kesulitan belajar anak mencakupbeberapa aspek. Diantaranya adalah kesulitan yang berupa bicara bahasa, membaca, menulis berhitung dan kesulitan berinteraksi,semua  kesulitan belajar tersebut dipengaruhi oleh dua factor internal dan eksternal. Adapun langkah pemecahan masalah tersebut dengan tiga cara, yang pertama menggunakan terapi medis, kedua, menerapkan pola bimbingan psikologis. Dan ketiga, melalui pendidikan integrative,

CONTOH PROPOSAL SKRIPSI PTK


UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIF PROBLEM SOLVING(CPS) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN ALJABAR KELAS V11 A  SMP N 1 SUSUKAN, SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011

INSTRUMEN SKRIPSI










Oleh:
TRISNAWATI
07310401






FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2010

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal skripsi dengan judul
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIF PROBLEM SOLVING(CPS) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN ALJABAR KELAS V11 A  SMP N 1 SUSUKAN, SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011
yang disusun oleh:

Nama      :           Heri Cahyono
NPM      :           07310199
Jurusan   :           Matematika

Telah disetujui dan disahkan pada:
Hari            :
Tanggal      :


                                                                                        Semarang,     Januari 2010
                 Pembimbing I                                                         Pembimbing II


        Prof.Dr Sunandar MPd                                            Drs.Rasiman MPd
     NIP. 1960111319920310001                                   NIP. 196011211987031001


Mengetahui
DEKAN FPMIPA



Ary Susatyo N., S,Si., M.Si.
NIP. 1969082619994031002

A.      JUDUL
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIF PROBLEM SOLVING(CPS) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN ALJABAR KELAS V11 A SMP N 1 SUSUKAN, SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011

B.       LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks. Peristiwa tersebut merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia sehingga manusia itu bertumbuh sebagai pribadi yang utuh.Manusia bertumbuh  melalui belajar, tidak dapat melepaskan diri dari mengajar .Mengajar dan belajar  merupakan proses kegiatan yang tidak dapat di pisahkan.proses kegiatan tersebut sangat di pengaruhi oleh faktor yang sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik.
Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dengan belajar manusiadapat mengembangkan potensi-potensi yang di bawanya sejak lahir.Aktualisasi potensi ini sangat berguna bagi manusia untuk dapat menyesuaikan diri demi pemenuhan kebutuhannya. Kebutuhan manusia makin lama makin bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tanpa belajar manusia tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan tersebut.
Dalam proses pembelajaran ada komponen yang terlibat dan tidak dapat di pisahkan antara satu dengan yang lainnya. Komponen- komponen itu adalah: tujuan, bahan, alat dan metode,sarana serta penilaian.Tujuan dalam proses belajar mengajar berfungsi sebagai pedoman keberhasilan belajar, sedangkan isi tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah hasil belajar yang di harapkan. Metode dan alat bantu pelajaran berfungsi sebagai alat transformasi pelajaran untuk mencapai tujuan yang telah di capai. Sehingga metode dan alat bantu pengajaran yang di gunakan harus efektif dan efisien. Sarana sangat di perlukan dalam rangka menciptakan interaksi, sebab interaksinya hanya mungkin terjadi bila ada sarana waktu,tempat dan sarana-sarana lainnya. Sedangkan penilaian merupakan alat ukur berhasil tidaknya tujuan pembelajara ( Suryosubroto, 2002: 158 )
Berdasarkan informasi dari Bp.Didik Heru Darwono Spd. Guru yang mengajar matematika disekolah tersebut bahwa rata-rata nilai ulangan harian siswa pada tahun ajaran 2009/2010 pada materi pokok aljabar adalah 5,5. Nilai rata-rata tersebut kuarang dari nilai KKM (kriteria ketuntasan minimum), yang diharapkan yaitu 6,5. Dalam hal ini guru telah melakukan berbagai uasha agar nilai harian siswa dapat meningkat, namun usaha yang dilakukan belum menunjukan hasil yang optimal.
Selain itu ada juga permasalahan kurangnya keberaniaan siswa untuk mengungkapkan kesulitan yang dialaminya kepada guru dalam memahami m ateri yang di ajarkan, sehingga siswa bersifat pasif dalam menerima materi pelajaran dan akhirnya siswa merasa malas untuk belajar.
Dari urain, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: "Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Model Pembelajaran Creatif Problem Solving (CPS) Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas V11 A SMP N 1 Susukan, Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011".
Dalam hal ini guru harus mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan mampu menyajikan model pembelajaran yang menarik. Penggunaan bermacam-macam metode dan modal mengajar di sekolah masih sangat terbatas yang telah dikenal oleh dunia pendidikan dewasa ini mempunyai dasar-dasar psikiligis dan pengalaman terapan yang cukup kuat. Dalam berbagai macam metode mengajar banyak menyajikan sejumlah usaha yang dapat di tempuh oleh guru dalam merancang lingkungan belajar mengajar agar murid dapat menggunakan strategi yang lebih baik.
 Untuk memecahkan masalah yang terjadi dikelas VII SMP Negeri I Susukan maka dilakukan penelitian tindakan kelas yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi dimana praktik-praktik pembelajaran sebelumnya tersebut dapat mencapai suatu tujuan dari permasalahan khususnya pada peningkatan hasil belajar siswa. Salah satu alternatifnya adalah denngan menggunakan penggabungan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran Creatif problem solving dengan pendekatan konstektual. Dalam penggabungan model pembelajaran ini kelas dibagi mejadi kelompok-kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan dalam pembelajaran. Setiap anggota kelompok diharapkan bekerja sama,berdikusi, tukar menukar informasi dan menyelesaikan persoalan yang dikembangkan oleh peran aktif sesama siswa dalam kelompok. Sehingga setiap siswa bertanggung jawab, baik dalam pembelajaran sendiri maupun pembelajaran kelompok. Dengan interaksi aktif antar siswa dalam memahami materi dan menghadapi soal atau  masalah bersama dapat mencari jalan keluar agar  kekurang pahaman siswa akan standar kompetensi dapat teratasi secara menyeluruh dan menumbuhkan minat serta mampu meningkatkan hasil belajar.
Pembelajaran tipe jigsaw ini menekankan model pembelajaran siswa belajar kelompok atau tim yang beranggotakan 4-5 orang siswa yang heterogen kemampuanya. Setiap siswa bertanggung jawab atas penugasan bagian materi pembelajaran dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim lain.
Problem solving merupakan suatu metode pembelajaran dimana siswa diajak untuk bisa memecahkan masalah. Metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving siswa diajak berfikir memecahkan masalah. Tujuan dari problem solving adalah siswa diajak berfikir yang dimulai dengan mengidentifikasi masalh kemudian mencari alternatif yang paling tetap sebagai jawaban yang tepat dari masalah tersebut.penginsentifikasi masalah adalah menemukan persoalan dari konsep-konsep bahan ajar yang disampaikan oleh guru, kemudian merumuskan dalam bemntuk pertanyaan, sedangkan alternatif pemecahan masalah adalah mengkaji jawaban pertanyaan dari berbagai sumber yaitu buku pelajaran, pengalaman, dan faktor dari sumber lainya
Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata. sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi dan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik akan merasakan pentingnya belajar dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya. dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam setatus apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Berdasarkan pandangan diatas, jelas bahwa pendidikan menuntut adanya keterkaitan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Jadi guru dituntuut mampu mengemangkan pembelajaran matematika yang berdasarkan pada kompetensi yang harus dikuasai siswa, serta mampu menumbuhkan keatifitas siswa. Salah satunya adalah pengajaran dengan pendekatan konstektual.
Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guuru sebagai pengaruh dan pembimbing.  


C.    PENEGASAN ISTILAH
Untuk memperjelas permasalahan dan pencapaian hasil sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian ini, maka penulis perlu memberikan penjelasan tentang arti beberapa kata atau istilah yang tercamtum dalam judul skripsi. Dengan penjelasan ini diharapkan dapat menghindari adanya perbedaan penafsiran atas istilah-istilah yang digunakan dalam skripsi ini.
1.      Upaya
Upaya adalah usaha akal, ikhtiar yang dilakukan individu atau kelompok. (tim penyusun kamus pusat bahasa, 2007: 852)
2.      Meningkatkan
Meningkatkan adalah menaikkan (derajat, taraf, dsb), memperbaiki, memperhebat             (produksi, dsb). ( tim penyusun balai pustaka, 2007: 820 )
3.      Hasil belajar
Hasil adalah sesuatu yang disapat dari jerih payah. (Tim penyusun balai pustaka, 2007 : 351)
Bertambahnya pengetahuan, bertambahnya ketrampilan dan meningkatnnya mutu sikap seorang terhadap sesuatu hal bila dibadingakn dengan keadaanya sebelumnuya .
4.      Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar progam belajar tumbuh dan berkembang secara maksimal (Tim MKPBM, UPI, 2001).
5.      Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pengajaran dimana siswa bekerjasama dalam kelompok kecil dengan tingkat kemampuan, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin dan suku yangberbeda.Dalam pembelajaran kooperatif tugas utama anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi.Jadi ketuntasan atau keberhasilan belajar menjadi tanggung jawab bersama dalam kelompok tersebut (Lie, 2002: 28).


6.      Pembelajaran Kooperatf Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang beranggotakan 4 samapai 6 orang siswa dengan karakteristik yang heterogen.Bahkan akademik yang disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian yang sama dan selanjutnya, berkumpul untuk saling membantu mengkaji bahan tersebut (Ibrahim, 2000: 21).
7.      Creatif Problem Solving
Problem solving adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa diajak untuk bisa memecahkan masalah.metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving siswa diajak berfikir memecahkan masalah. Tujuan dari problem solving adalah siswa diajak berfikir yang dimulai dengan mengidentifikasi masalh kemudian mencari alternatif yang paling tetap sebagai jawaban yang tepat dari masalah tersebut.penginsentifikasi masalah adalah menemukan persoalan dari konsep-konsep bahan ajar yang disampaikan oleh guru, kemudian merumuskan dalam bemntuk pertanyaan, sedangkan alternatif pemecahan masalah adalah mengkaji jawaban pertanyaan dari berbagai sumber yaitu buku pelajaran, pengalaman, dan faktor dari sumber lainya 
8.      Konstektual
Pembelajara konstektual (Contextual Teacing and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi  yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata oleh siswa. Dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupanya mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi  siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. (Baharudin, Ekhsa Nurwahyuni, 2007).
9.      Pokok Bahasan Aljabar.
Jika bentuk aljabarnya ax2 + bx + c  dengan a, b, dan c adalah konstanta dan x2, x adalah variabel maka :
Ø  Bentuk aljabar tersebut memiliki 4 suku, yaitu ax2, bx, dan c;
Ø  a disebut koeisien dari x2, b disebut koefisien dari x, c disebut konstanta, x2 dan x disebut peubah atau variabel.
Ø  bx dan cx merupakan suku-suku  sejenis, sedangkan ax2 , bx,dan c diseqbut suku-suku berlainan jenis.
Berdasarkan penegasan istilah diatas, maka arti keseluruhan dari ” Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Model Pembelajaran Creatif Problem Solving(CPS) dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas V11 A Smp N 1 Susukan, Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011” adalah suatu penelitian tindakan kelas untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Model Pembelajaran Creatif Problem Solving(CPS) dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas V11 Smp N 1 Susukan, Semarang Tahun Pelajaran.

D.      PERMASALAHAN
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1.      Apakah perpaduan antara model pembelajaran kooperatiftipe jigsaw dan model pembelajaran kreatif problem solving dengan pendekatan konstektual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok aljabar pada kelas VII SMP Negeri I Susukan, Semarang tahun pelajaran 2010/2011?
2.      Bagaimana aktifitas siswa kelas VII A SMP Negeri I Susukan, Semarang tahun pelajaran 2010/2011 pada proses pembelajara matematika?.


E.       TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.      Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
a.       Dengan  perpaduan antara model pembelajaran kooperatiftipe jigsaw dan model pembelajaran kreatif problem solving dengan pendekatan konstektual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok aljabar pada kelas VII A s SMP Negeri I Susukan, Semarang.
b.      Aktifitas siswa kelas VII A SMP Negeri I Susukan, Semarang tahun pelajaran 2010/2011.
2.      Manfaat.
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a.       Bagi siswa
1)      Memudahkan siswa dalam memahami materi.
2)      Siswa berlatih memecahkan masalah secara kelompok.
3)      Dapat membangkitkan minat siswa untuk belajar.
b.      Bagi guru
1)      Dapt membantu guru mengarahka siswanya untuk dapat memahami materi melalui aktifitas kelompoknya dengan pendekatan konstektual.
2)      Meringankan kerja guru dalam proses belajar mengajar.
c.       Bagi peneliti
Peneliti dapat pengalaman langssung dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

F.       LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1.      Pengertian belajar
Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang.pengetahuan ketrampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dan dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalaam didri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “ berusaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu ketrampilan berlatih”. Definisi memiliki pengertian bahawa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk mencapai kepandaian ataau ilmu merupakan usaha manusia untukmemenuhi kebutuhanya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan baelajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti dan melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2) sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi tentang belajar sebagai suatu perubahan (Darsono, 2001: 3).
 Menurut Skiner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Education Psykology:  The Tachhing-Leaching Proces, berpendapat bahwa belajr adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang langsung secara progesif.
 Sedangkan menurut hilgard (1962:252) “as the process by which an activity originates or is changed through responding to a situatin”. Dalam hal ini hilgard menekankan pada mengorganisasikan perubahan dalam merespons suatu situasi. Mogan (1961: 187) “ learning is any relatifely permanent change in behavior that is a result of past esperience”, yang artinya morgan menekankan pada tetapnya perubahan tingkah laku (secara relatif) sesudah belajar.   
Jadi belajar adalah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkngan yang melibatkan proses kognitif
2.      Pengertian pembelajaran
Pembelajaran adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai dari hasil pengalaman.
Menurut konsep sosiologi, belajar adalah jantungnya dari proses sosialisasi, pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memellihara kegiatan belajar tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik.
Jadi pembelajaran adalah suatu proses atau cara untuk menjadikan orang belajar, mengatur , mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.

3.      Hasil belajar matematika
Hasil belajar dan proses belajar, kedua-duanya sangat penting. Di dalam belajar ini, terjadi proses  berfikir. Seseorang di katakan berfikir bila orang itu melakkan kegiatan mental, bukan kegiatan motorik,walaupun kegiatan motorik ini dapat pula bersama- sama dengan kegiatan mental tersebut.
Dalam kegiatan mental itu, orang menyusun hubungan-hubungan antara-antara bagian informasi yang telah di peroleh sebagai pengertian. Karena itu orang jadi memahami dan menguasai hubungan-hubungan tersebut sehingga orang itu dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang di pelajari.
Secara global, faktor-fakto yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:
1.      Faktor internal (faktor dari dalam siswa),yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
Faktor yang darisiswa sendiri meliputi dua aspek : aspek fisiologis dan psikologis.
a)      Aspek fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti plajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertaii pusing kepala brat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehinggga materi yang dipelajarinya pun krang atau tidak berbekas. 
b)      Aspek psikologis
Banyak faktor termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhui kuantitaas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, diantara faktor rohaniahsiswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu aadalh sebagai berikut : 1) tingkat kecerdasan/intelegensi siswa; 2)sikap siswa; 3) bakat siswa; 4) minat siswa; 5) motivasi siswa.
a.       Intelegensi siswa
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkunnggan dengan cara yang tepat (Reber, 1988)
b.      Sikap siswa
Sikap siswa adlah internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
c.       Bakat siswa
Secara umum bakat, adalah kemepuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pad amasa yang akamdatang (Chalpin, 1972; Reber, 1988). Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki balat dalam arti berpotensi untuk mencaoai prestasi sampai ketingkat tertentusesuai dengan kapasiitas masing-masing. Jadi secara global bakat itumirip dengan intelegensi.
d.      Minat siswa
Secara sederhana minat itu berati kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Rober (1988),minatbtidak termasuk istilah populer dala psiokologi karena ketergantunganya yang banyak pada faktor-faktor internal kainya seperti: pemusatan perhattian, keigintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
e.       Motifasi siswa
Pengertian dari motivasi adalah keaadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara lemah (Gleitmen, 1986; Reber, 1988).
2.      Faktor eksternal (faktor dari luaar siswa), yakni kondisi lingkungan diluar siswa.
Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni ; faktor lingkkungan sosial dan aktor lingkungan nonsosial.
a.       Lingkunga sosial
Lingkungan sosial yang lebh banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sfat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga,dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik maupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasi yang dicapai oleh siswa. Contoh kebiasaan yang diterapkan orang tua dalam mengelola keluarga yang keliru, seperti kelalaian orang tua dalam memonitor kegiatan anak, dapat menimbulkan dampak lebih buruk lagi. Dalam hal ini, bukan saja anak tdak mau belajar melainkan juga ia cenderung berperilaku mmenyipan, terutama perilaku menyimpang yang berat seperti antisosial (Patterson & Loeber, 1984).
b.      Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadan cuaca dan waktu belajar yang digunaan siswa. Faktor-faktor diapndang turut menentukan tingkat keberhasilan siswa.
3.      Faktor pendekatan belajar siswa
 yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi pelajaran. Dan dapat dipahami sebagai seggala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menjunjung keekfetifan dan efisiensi proses ppembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.
 Jadi hasil belajar matematika adalah usaha yang di lakukan individu atau siswa untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukanya dengan maksud memperoleh perubahan dengan dirinya baik berupa pengetahuan, ketrampilan ataupun sikap sehhingga proses balajar menajar menjadi efektif. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemempuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan dilihat dari nilai rata-rata siswa 5,5. Upaya ini juga dilakukan untuk meningkatkan kecakapan siswa dalam belajar mmengajarserta siswa dapat bersosialisasi dengan kelompoknya degan baik.

4.      Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstekstual. Sistem pengajaran cooperatif lrearning dapat didefinisikan sebagaisistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk didalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993) yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama, dan proses kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis, pembelajaran koperatif merupakan strategi belajar dengansejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran menurut Anita Lie dalam bukunya “cooperative learning”, bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap copperatif learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu:
a.       Saling ketergantungan positif
b.      Tanggung jawab perseorangan
c.       Tatap muka
d.      Komunikasi antar kelompok
e.       Evaluasi proses kelompok
Tujuan pembelajaran cooperative learning berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situsasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim (2000: 7) yaitu:
a.       Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting yang lainnya, serta dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b.      Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dan orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
c.       Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat itu banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial

5.      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan. Menurut Arends (Ahmad Sudrajat, 2008) pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa belajar dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggungjawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli.



Kelompok Asal
(4 sampai 6 anggota yang heterogen dikelompokkan)
@ # x
$ &
@ # x
$ &
@ # x
$ &
@ # x
$ &
@ # x
$ &
x x x
x x
@ @ @
@ @
# # #
# #
&&&
&&
$ $ $
$ $













(Tiap kelompok ahli memiliki satu anggota dari kelompok asal)
Gambar 1. Hubungan Antara Kelompok Asal dan Kelompok Ahli
(Ibrahim, 2000: 22)

Langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:
a.       Kelompok Asal (Base Group)
1)      Membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan berbeda.
2)      Bagikan materi atau tugas yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
3)      Masing-masing siswa dalam kelompok mendapat tugas atau materi yang berbeda dan memahami informasi yang berada didalamnya.

b.      Kelompok Ahli
1)      Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki tugas/materi yang sama dalam satu kelompok.
2)      Dalam kelompok ahli ini, guru menugaskan siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan materi atau tugas yang menjadi tangpgung jawab siswa.
3)      Tugaskan bagisemua angota kelompok ahli untuk memahamidan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari materi atau tugas yangtelah dipahami kelompok asal.
4)      Apabila tugas sudah seleai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali kelompok asal.
5)      Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli.
6)      Apabila kelompok sudah menyelsaikan tugasnya secara keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan mempresentasikan di depan kelas.
Jadi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.
v  Kelebihan
1)        Siswa lebih mudah menemukan dan memakai konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikanya masalah tersebut dengan teman-temannya.
2)        Melalui diskusi akan terjadi diskusi komunikasi karena siswa saling berbagi ide atau pendapat.
3)        Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik sehingga meningkatkan daya nalar.
v  Kekurangan
1)     Memerlukan waktu yang cukup lama
2)     Tidak dapat digunakan di kelas rendah


6.      Pembelajaran Creatif Problem Solving (CPS)
Problem solving adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa diajak untuk bisa memecahkan masalah.metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving siswa diajak berfikir memecahkan masalah. Tujuan dari problem solving adalah siswa diajak berfikir yang dimulai dengan mengidentifikasi masalh kemudian mencari alternatif yang paling tetap sebagai jawaban yang tepat dari masalah tersebut.penginsentifikasi masalah adalah menemukan persoalan dari konsep-konsep bahan ajar yang disampaikan oleh guru, kemudian merumuskan dalam bemntuk pertanyaan, sedangkan alternatif pemecahan masalah adalah mengkaji jawaban pertanyaan dari berbagai sumber yaitu buku pelajaran, pengalaman, dan faktor dari sumber lainya.
Kebaikan dan keburukan problem solving adalah sebagai berikut ;
Ø  Kebaikan pembelajaran creatif problem solving (CPS)
a.       Mendidik siswa berpikir secara sistematis
b.      Mampu mencari berbagai jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi.
c.       Siswa dapat belajar menganalisis sesuatu masalah dari berbagai aspek.
d.      Mendidik siswa untuk tidak mudah putus asa.
e.       Mendidik siswa percaya diri
Ø  Kelemahan pembelajaran creatif problem solving (CPS)
a.    Memerlukan waktu yang cukup lama
b.    Tidak dapat digunakan di kelas rendah
c.    Dapat menjadikan pelajaran tertinggal
Ø  Langkah-langkah pembelajaran problem solving
           Adapun langkah-langkah pembelajaran problem solving antara lain ;
1.      Persiapan
                            Jenis kegiatan belajar mengajar:
a.  Menentukan dan menjelaskan masalah
b. Menyediakan alat-alat atau buku yang relevan dengan masalah tersebut.
2.      Pelaksanaan
                            Jenis kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
a.       siswa mengadakan identifikasi masalah
b.      merumuskan hipotesis atau jawaban sementara dalam pemecahan masalah tersebut.
c.       mengumpulkan data atau keterangan yang relevan dengan masalah
d.      Menguji hipotesis (siswa berusaha memecahkan masalah yang dihadapi dengan data yang ada)
3.      Evaluasi atau tindak lanjut
                                Jenis kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
a. Membuat kesimpulan pemecahan masalah
b.Memberi tugas pada siswa untuk mencatat hasil pemecahan masalah
Jadi Creatif Problem Solving merupakan suatu metode pembelajaran dimana siswa diajak untuk bisa memecahkan masalah. Metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving siswa diajak berfikir memecahkan masalah.

7.      Pendekatan konstektual
A.    Hakikat Pengajaran dan Pembeljaran Konstektual
Pengajaran dan pembelajaran konstektual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara ddan tenagakerja (US. Departement of education The National School-to work Office yang dikutip oleh Blanchard 2001 )
           Pendekatan konstektual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai denngan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan (University of Washington, 2001).
B.     Penerapan Pendekatan Konstektual di Kelas
Pembelajaran CTL mempunyai tujuh komponenutama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), inkuiri (Inquiri), Bertanya (Quistionong), masyarakat belajar (Learning Comunity), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (Autehentic Assesment). Sebuah kelas dikatakan mengguunakan pendekatan CTL jka menerapka ketujuh prinsip tersebut kedalam pembelajaranya. CTL dapt diterapkan dalam kurikulum apa saja, dan kelas yang bagaimanapu keadaanya (Depdiknas, 2002)
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut :
1)      Kembangkan pemikiran bahwa anak-anak akan lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahhuan dan ketrampilan barunya.
2)      Laksanakan sejauh mungkn kegiatan inkuiri kesemua topik
3)      Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4)      Ciptakan masyarakat belajar ( belajar dalam kelompok-kelompok)
5)      Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6)      Lakukan refleksi diakhir pertemuan
7)      Lakukan penilaia yang sebenarnyadengan berbagai cara.
Dalam CTL, hal-hal yang bisa gigunakan sebagi menilai prestasi siswa, antara lain (1) proyek/kegiatan dan laporanya; (2) PR (Pekerjaan Rumah); (3) kuis; (4) Karya Siswa; (5) Presentasi atau penampilan siswa; (6)Demonstrasi; (7Laporan; (8) Jurnal; (9) hasil tes tulis; dan (10)Karya tulis.
Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata. sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi dan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik akan merasakan pentingnya belajar dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya
G.       Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Creatif Problem Solving dengan Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Creatif   Problem Solving dengan Pendekatan Kontekstual adalah suatu gabungan pembelajaran yang menggambungkan inti dari pembelajaran dari Cooperatif Tipe Jigsaw dan Creatif Problem Solving dengan pendekatan Konstektual agar dapat meningkatkan hasil pembelajaran dengan baik.
Adapun tahap-tahap pembelajaran gabungan pembelajaran koperatif tipe Jigsaw dan Creatif problem solving dengan pendekatan konstektual adalah sebagai berikut:
1        Menentukan dan menjelaskan masalah
2        Menyediakan alat-alat atau buku yang relevan dengan masalah tersebut.
3        Membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan berbeda.
4      Bagikan materi atau tugas yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
5     Masing-masing siswa dalam kelompok mendapat tugas atau materi yang berbeda dan memahami informasi yang berada didalamn
6    Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki tugas/materi yang sama dalam satu kelompok.
7    Dalam kelompok ahli ini, guru menugaskan siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan materi atau tugas yang menjadi tanggung jawab siswa.
8   Tugaskan bagi semua angota kelompok ahli untuk memahamidan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari materi atau tugas yang telah dipahami kelompok asal.
9    Apabila tugas sudah seleai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali kelompok asal.
10   Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli.
11  Apabila kelompok sudah menyelsaikan tugasnya secara keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan mempresentasikan di depan kelas.
12  Evaluasi pekerjaan siswa
13  Membuat kesimpulan pemecahan masalah
14  Memberi tugas pada siswa untuk mencatat hasil pemecahan masalah.

H.      Materi Aljabar.
Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi edisi 2007 mata pelajaran matematika kelas VII semester I pada kompetensi mengaplikkasikan aljabar terdiri dari sub bab. Materi pembelajaran yang diajarkan kepada siswa dalam pokok bahasan aljabar selengkapnya seperti uraian berikut:
A.    BENTUK ALAJABAR
1.      Pengertian aljabar
Jika bentuk aljabarnya ax2 + bx + c  dengan a, b, dan c adalh konstanta dan x2, x adalah variabel maka :
Ø  Bentuk aljabar tersebut memiliki 4 suku, yaitu ax2, bx, dan c;
Ø  a disebut koeisien dari x2, b disebut koefisien dari x, c disebut konstanta, x2 dan x disebut peubah atau variabel.
Ø  bx dan cx merupakan suku-suku  sejenis, sedangkan ax2 , bx,dan d diseqbut suku-suku berlainan jenis.
2.      Penabahan dan pengurangan suku sejenis
Sebelum pembahasan lebih jauh, ingat kembali hukum distributif berikut:
a(b+c) = ab + ac atau ba + ca = (b+c)a
a(b-c) = ab - ac atau ab - ac = (b-c)a
          dengan demikian,berlaku pula :
3x + 2x = (3+2)x = 5x
3x – 2x = (3-2)x =1x
Jelas bahwa untuk suku-suku yang tidak sejenis tidak dapat dilakukan penambahan dan pengurangan
3.       Menemukan sifat-sifat perkalian dan pembagiansuku seejenis dan berbeda jenis
a.       Perkalian suku sejenis dan berbeda jenis
Pada bab sebelumnya, kamu telah mempejari sifat-sifat perkalian bilangan berpangkat sebagai berikut:
am x an = a x a x a....x a x a x a x...x a = am+n
                                                         m faktor                 n faktor            
                                                atau :
                                                am x an = am+n 
b.      Pembagian suku sejenis dan berbeda jenis
Dimana untuk setiap bilangn a dengan m > n, n adalah bilangan asli berlaku:

                        m faktor     
am : an =    = am-n
                         n faktor
atau disederhanakan lagi menjadi:
am : an  =  am-n
B.     PENERAPAN BENTUK ALJABAR DALAM ARITMETIKA
Dalam praktik sehari-hari, banyak permasalahan atau persoalan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan perhitungan matematika, terutama dalamm kegiatan ekonomi.
Misalnya, dalam dunia perdagangan dikenal dengan istilah laba, rugi, harga jual, netto, dan sebagainyamenggunakan operasi bentuk aljabar. Untuk lebih jelasnya, perhatika uraian berikut!
1.      Menghitung nilai keseluruhan dan nilai per unit.
Untuk menentukan nilai keseluruhan dan nilai per unit, terlebih dahulu kamu harus mengetahui apa itu n ilai keseluruhan adan nilai per unit.
Nilai keseluruhan = banyaknya unit x nilai per unit.
Dari rumus diatas dapat dikembangkan lagi menjadi:
Banyaknya unit =
 dan
Nilai per unit =
2.      Perhitungan dalam kegiatan ekonomi
a.       Laba dan rugi
Harga jual, harga beli, laba,dan rugi
Dalam perdaganngan seseorang akan membeli suatu barang dengan harga tertentu, yang disebut harga beli, kemudian dijualnya dengan harga tertentu yang disebut harga jual.bila seoarng pedagang menjual barang dengan harga lebih tinggi dari harga beli maka dikatakan ia mendapatkan laba. Sebaliknya, bila menjulnya dengan harga lebih rendah dari harga beli maka dikatakan rugi. Begitu pula, bila harga jualnya sama dengan harga belinya maka dikatakan impas.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Laba diperoleh apabila harga jual lebih tinggi dari harga beli, sehingga berlaku rumus :
Laba = harga jual – harga beli
2.      Rugi diperoleh apabila harga jual lebih rendah dari harga beli, sehingga diperolleh ruumus:
Rugi = harga beli-harga jual
3.      Impaa terjadi jika harga jual sama dengan harga beli
Jika laba dinyatakan dengan U, rugi dengan R, harga jual denga J, dan harga beli dengan B maka persamaan laba dan rugi diatas diperoleh:
Laba                                              Rugi
U = J-B                                         R = B-J
J = B+U                dan                  J = B-R
B = J –U                                        B = J+R
b.      Rabat, bruto, tara, dan netto
1.      Rabat
Dalam belanja, kadang-kadanng kita menjumpai tulisan ”belnja diatas Rp10.000,00 mendapat diskon 10%. Kata-kata pada tulisan tersebut artinya bila kita belanja melebihi harga Rp10.000,00; berarti kita mendapatkan potongan 10%, sehingga diskon disebut juga dengan kata lain, yaitu potongan harga
2.      Bruto, tara, dan netto
Ditempat perbelajaan uga sering kita jumpai barang yang tertuls kata bruto, tara, dan netto.
Misalnya pada sebuah karung beras tertulis;
Bruto 50kg
Netto 49kg
Artinya berat keseluruhan dari beeras karung adalah 50kg, sedangkan berat berasnya saja adalah 49kg, sehingga berat karungnya 1kg. Berat keseluruhan disebut berat kotor atau berat bruto, berat berasnya saja disebut erat netto.berta karung yang merupakan selisih bruto dan netto disebut tara.
Atau dapat ditulis
      Tara = bruto – netto
Keterangan
Bruto   = berat kotor
Neto    = berat bersih
Tara     = selisih antara bruto dan neto.
3.      Pajak dan bunga tunggal
a.       pajak
Pajak merupakan iuran yang harus dibayarkan masyarakat kepada pemerintah. Kita sering mendengar istilah pajak dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pajak pendapatan, pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan  pajak undian, dan sebagainya. Pajak biasanya dinyatakan ddalam persen dan umunya dalam tempo satu tahun. Namun begitu, untuk pajak undian dipotong langsung dari besarnya hadiah.
Dapat dirumuskan:
Pajak = %pajak x modal

b.      bunga tunggal
dalam kehidupan sehari-hari, kita serinng mendengar orang menabung uang di bank, meminjam uang dikoperasi, dan sebagainya. Orang menabung dibank biasanya mendapatkan bunga. Sedangkan orang yang meminjam uang baik dibank maupun dikopersai, biasanya harus membayar bunga.buga tabungan merupakan bunga tunggal yaitu bunga yang dihitung dari suatu modal yang tetap nsaja. Besarnya bunga dihitung dalam persen, baik untuk satu bulan maupun satu tahunyang dihitung dari pokok pinjaman ataupun pokok modal. Sedangkan untuk mehitun bunga, menggunakan rumuus berikut:
bunga per bulan =  x % bunga perbulan x modal
bunga per tahun = x%bunga per tahun x modal

I.         Kerangka berfikir
Untuk meningkatkan keaktifan siswa dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami aljabar dalam kehidupan ekonomi di SMP denganmembangun sendiri pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari, maka perlu dipilih metode mengajar yang tepat. Pemilihan metode mengajar tersebut dapat menambah ketertarikan minat an motivasi siswadi alam proses belajar mmengajar terutama pada materi aljabar.
Model pembelajarn yang sesuai adalah dengan adanya pembelajaran yang menarik dan menyenagkan bagi siswa. Maka siswa akan mudah mempelajari matematika karena belajar matematika menyenagkan, pada akhirnya kemampuan belajar anak meningkat dan nilai pelajaran matematika akan mencapai ketuntasan.

J.        Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka toritik di atas, maka hipotesis penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut:
”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Model Pembelajaran Creatif Problem Solving(Cps) Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas V11 Smp N 1 Susukan, Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011”

K.      RENCANA PENELITIAN
A.       Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di VII A SMP Negeri 1 susukan, semarang yang beralamat di kecamatan Susukan.
B.       Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas V11 A SMP Negeri 1 susukan yang
terdiri dari 40 siswa.
C.       Faktor Penelitian
a.    Faktor Siswa
1)   Hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan alajbar  yaitu meliputi, penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perpangkatan.
2)   Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran matematika pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe  jigsaw dan CPS denagn pendekatan konstektual.
b.    Faktor Guru
Melihat cara guru membuat rencana pelaksannaan pembelajaran dan bagaiman pelaksanaanya dengan menggunakan model kooperatif tipe jigsaw dan CPS dengan pendekatan kotekstual.
D.       Rencana Tindakan
Penelitian yang dilakukan berupa penelitian tindakan kelas yaitu penelitian yang dilakuan untuk meneliti hal- hal yang terjadi pada kelompok sasaran dan hasilnya  dapat langsungdi kenakan pada kelompok yang bersangkutan dengan ciri utama adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan sasaran
Peneliti yang di lakukan untuk 2 siklus sebagai berikut:
Siklus 1: Melakukan simulasi aritmatika sosial dalam kehidpan sehari-hari
Siklus 2: Menyelesaikan operasi aljbar dalam kegiatan ekonomi
Pendekatan ketrampilan proses sebagai upaya pemecahan masalah meliputi rencana tindakan yang telah direncanakan sebanyak dua siklus, yaitu sebagai berikut
1.      Rencana tindakan siklus 1
a.       Rencana (planing)
1)      Identifikasi dan klarifikasi semua masalah- masalah yang dihadapi oleh siswa  dan guru dalam kegiatan belajar mengajar.
2)      Membuat rencana pembelajaran tentang kolaborasi pembelaajaran kooperatif jigsaw dan problem solving dengan pendekatan kontekstual
3)      Menyiapkan alat bantu mengajar, alat evaluasi yang berupa test observasi.
b.       tindakan (action)
1)   Guru menyampaikan tujuan pembelajaran tentang materi aljabar.
2)   Gurumembenuk kelompok kelas yag anggotanya terdri dari 5-6 siswa secara heterogen.
3)   Guru membagikan soal kepada masing-masing kelompok.
4)   Guru memberi waktu agar masing-masing siswa mwmpelajari masalh yang diberikan.
5)   Guru mengubah bentuk kelompok dengan cara penukaran jumlah anggota kelompok menurut soal yang diterima dan membentuk kelompok baru yang disebut kelompok ahli.
6)   Dengan bimbingan guru siswa berdiskusi dalam kelompok ahi untuk memperoleh jawaban.
7)   Guru meminta siswa kembali ke kelompok asal.
8)   Guru meminta siswa untuk menjelaskan kepada kelompok asal.
9)     Guru meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan   hasil kerja.
10)    Guru bersama siswa membahas soal tersebut.
11)    Guru bersama siswa bersama-sama membat kesimpulan.
12)    Guru melakukan evaluasi terhada hasil kerja melalui post tes.
c.        Observasi (observation)
1)      Penelliti mengamati mengenai kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, kerja sama dalam kelompok diskusi dan kepandaian mengemukakan ide jawaban serta minat siswa dalam pembelajaran matematika.
2)      Peneliti mengamati siswa dalam menjelskan jawaban didepan guru dan teman-temannya.
3)      Peneeliti mengamati guru dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran dengan kolaborasi pembelajaran kooperatif jigsaw dan problem solving dengan pendekatan konstektual.
d.       Analisis dan refleksi
Hasil pada tahap pengamatan yaitu tentang siswa dalam menerima dan menyelesaikan soal, juga cara guru pada waktu membimbing siswa, di kumpulkan untuk analisis dn di evaluasi oleh peneliti. Kemudian peneliti dapat merefleksikan diri tentang berhasil tidaknya yang telah dilakukan. Hasil dari siklus 1 digunakan untuk perbaikan-perbaikan pada siklus 2
2.      Rencana tindakan siklus 2
a.       Rencana (planing)
1.      Identifikasi dan klarifikasi semua masalah- masalah yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam kegiatan beljar mengjar.
2.      Membuat rencana pembelajaran tentang kolaborasi pembelaajaran kooperatif jigsaw dan problem solving dengan pendekatan kontekstual
3.      Menyiapkan alat bantu mengajar, alat evaluasi yang berupa test observasi.
b.      Tindakan (action)
1.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran tentang materi aljabar.
2.      Guru membenuk kelompok kelas yag anggotanya terdri dari 5-6 siswa secara heterogen.
3.      Guru membagikan soal kepada masing-masing kelompok.
4.      Guru memberi waktu agar masing-masing siswa mwmpelajari masalh yang diberikan.
5.      Guru mengubah bentuk kelompok dengan cara penukaran jumlah anggota kelompok menurut soal yyang diterima dan membentuk kelompok baru yang disebut kelompok ahli.
6.      Dengan bimbingan guru siswa berdiskusi dalam kelompok ahi untuk memperoleh jawaban.
7.      Guru meminta siswa kembali ke kelompok asal.
8.      Guru meminta siswa untuk menjelaskan kepada kelompok asal.
9.      Guru meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan   hasil kerja.
10.  Guru bersama siswa membahas soal tersebut.
11.  Guru bersama siswa bersama-sama membat kesimpulan.
12.  Guru melakukan evaluasi terhada hasil kerja melalui post tes.
c.       Observasi (onservation)
1)      Peneliti mengamati megenai kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, kerja sama dalam kelompok diskusi dan kepamdaian mengemukakan ide jawaban serta minat siswa dalam pembelajaran matematika.
2)      Peneliti mengamati siswa dalam menjelaskan jawaban didepan guru dan teman-temannya.
3)      Peneliti mengamati guruu dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran dengan kolaborasi model kooperatif tipe jigsaw dan problem solving dengan pendekatan konstektual.
d.      Analisis dan refleksi
Hasil pada tahap pengamatan yaitu tentang siswa dalam menerima dan menyelesaikan soal, juga cara guru pada waktu membimbing siswa, di kumpulkan untuk analisis dn di evaluasi oleh peneliti. Diharapan pada siklus III ini, ”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Model Pembelajaran Creatif Problem Solving (CPS) dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas V11 A Smp N 1 Susukan, Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011”

E.       Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Sumber data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah siswa kelas VII A SMP Susukan, catatan guru dalam menliti.
2.      Jenis data
      Data yang diperoleh adalah kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari:
a.       Hasil belajar siswa dalam menyelesaikan masalah dengan linier.
b.      Keaktifan belajar siswa.
c.       Kerja sama siswa dalam kelompok.
d.      Kterkaitan perencanaan dan pelaksanaan.
3.      Cara Pengambilan Data
a.       Hasil belajar siswa dalam penyelesaian masalah diperoleh dari hasil tes tertulis dalam bentuk tes uraian.
b.      Keaktifan siswa diambil dari pengamatan.
c.       Kerjasama siswa dalam kelompok diambil dari pengamatan.
d.      Ketertaitan perencanaan dan pelaksanaan tindakan diambil dari lembar pengamatan.

F.       Metode penyusunan instrumen.
1.      Menetukan Materi
Materi dalam penelitian ini adalah tentanng sub materi pokok Aljabar yang diajarkan pada siswa kelas VII A  semester I SMP Negeri I Susukan.
2.       Menyusun Kisi-kisi
Pembuatan ksi-kisi tes sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk menjaga siswa agar tes yang disusun tidak menyimpang dari materi.
3.      Menetukan Tipe Test
Tipe soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian. Soal tes tersebut adalah tes yang diberikan setelah sub materi pokok tersebut selesai.
4.       Uji Coba Perangkat Tes
Tujuan diadakan uji coba perangkat tes adaalah untuk mengetahui validitas, reabilittas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.
5.      Analisis Perangkat Tes
a.        validitas
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat validitas suatu instrument. Suatu instrumen yang valid mempunyai validitasyang tinggi. Valliditas berkenaan dengan ketepatan alat penilai ( instrumen ) eterhadap aspek yang dinilai shingga benar-benar menilai apa yang seharusnya dinilai (Arikunto, 2006:168 ).
Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran (validitas logis) dan pengalaman (validitas empiris). Validitas logis tes ini dapat dicapai krena kesesuaian dengan kurikulum bidang matematika kelas VII SM. Sedangkan validitas empiris dari tes ini melalui uji coba dengan menggunakan rumus korelaasi product moment untuk mengetahui tiap item, yaitu: 
rxy =
Dimana:
rxy        = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
N         = Banyaknya peserta tes
SXY    = Jumlah perkalian skor item dan skor total
SX       = Jumlah skor item
SY       = Jumlah skor total
SX2     = Jumlah kuadrat skor item
SY2     = Jumlah kuadrat skor item
(Arikunto, 2006:170 )
Setelah didapat harga  rxy kemudian dikonsultasikan pada tabel harga kritik product moment dengan taraf signifikan 5%, jika rxy> rtabel maka soal tersebut valid. Item soal yang tidak valid tidak dipakai atau diperbaiki.
b.      Reliabilitas
Reabillitas artinya dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut (Arikunto, 2006:178 ), suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebutt dapat memberikan hasil yang tepat. Dalam menentuukan harga reliabilitas dalam peneltian digunakan rumus alpha, sebagai berikut :
r11 =                                 (Arikunto, 2006: 196)
Keterangan:
r11      =   reliabilitas yang dicari
K      =   banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal
åsb2  =   jumlah varians butir
åst2  =   varians total
Dengan rumus varians dapat dicari st2 yaitu :c
st2   =
Nilai r11 yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan r product moment pada tabel dengan ketentuan jika r11> rtabel, maka tes tersebut reliabel.
Kriteria penjumlahan reliabilitas tes yaitu setealah didapat harga  kemudian harga  di konsultasikan dengan harga r product momen pada tabel. Jika ˃  maka tes yanng diucicobakan reliabel
Kriteria penafsiran reliabilitas sebagai berikut :
Jika 0,000  ˂ 0,200  : reliabilitas sangat rendah.
Jika 0,002  ˂ 0,400  : reliabilitas rendah     
Jika 0.400 ≤  ˂ 0,600  : relianilitas cukup
Jika 0.600 ≤  ˂ 0,800  : re;obilitas tiggi
Jika 0.800 ≤  ˂ 1,000  : reliabilitas sanngat tinggi

c.       Tingkat Kesukaran
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal uraian menggunakan metode penskoran dengan metode global yaitu dengan rumus :
P =
Keterangan :
P = tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran di klarifikasikan sebagai berikut :
                                              i.            Jika banyaknya testee gagal 0% ˂ P ≤ 27%,  maka butir soal termasuk kategori rendah.
                                            ii.            Jika banyaknya testee gagal 27% ˂ P ≤ 72%,  maka butir soal termasuk kateogori sedang.
                                          iii.            Jika banyaknya testee gagal 0% ˂ P ≤ 100%,  maka butir soal termasuk kategori sukar.
d.      Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang pandai (kelompok atas) dengan siswa yang kurang pandai 9
(kelompok bawah). suatu soal diangga baik apabila siswa yang pandai dapatmejawab yang benar, sehingga dengan semakin besar daya pembeda soal, maka soal tersebut semakin baik, untuk menghitung daya pembeda digunakan :
t =
keterangan :
t               = daya pembeda
MH          = Rata-rata dari kelompok atas
ML           = Rata-rata dari kelompok bawah
                            = Jumlah kuadrat deviasi individu dari kelompok atas
                            = jumlah kuadrat deviasi individu dari kelompok bawah.
                         = 27% x N ( jumlah sampel)
Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan  dengan taraf signifikan 5%. Daya pembeda dikatakan signifikan apabila  ˃  dengan dk = ( ) + ( ).

G.      Analisis Data
1.         Data mengenai keaktifan siswa dalam belajar matematika
Untuk mengetahu seberapa besar keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar matematika, maka analisis ini dilakukan pada instrumen lembar observasi siswa dengan menggunakan teknik diskriptif melalui prosentase.
Adapun penghitungan prosentase keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar matematika adalah sebagai berikut :
              Kriteria Penilaian :
              Skor penilaian =  x 100%
              Skala penilaian :
              A : 4              A : Sangat baik                       A : 86% - 100%
              B : 3              B : Baik                                   B : 76% - 85%
              C : 2              C : Sedang                              C : 66% - 75%
              D : 1              D : Kurang                              D: 65%
              Skor maksimum : 40
              Skor minimum   : 10
2.         Data mengenai hasil belajar siswa dalammenyelesaikan soal-soal tentang aljabar
Data mengenai hasil belajar diambil dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang aljabar yang dianalisis melalui hasil post test pada masing-masing siklus, kemudian diaanalisis lagi dengan cara menghitung rata-rata nilai dan ketuntasan belajar secara kklasikal. Adapun rumus yang digunakan :
a.       Menghitung rata-rata nilai :
Untuk menghitung rata-rata klasikal, digunakan rumus rata-rata nilai :
 =                        
Keterangan :
        = Rata-rata nilai
     = jumlah seluruh nilai
         = jumlah siswa
b.      Menghitung ketuntasan belajar
Data yang diperoleh dari hasil belajar siswa dapat ditentukan ketunttasan belajarnya baik tuntas secara individu maupun tuntas secara klasikal.
                                         i.            Ketuntasan belajar individu
Seorang siswa dikatakan telah mencapai ketuntasan individu, jika siswa tersebut memperoleh tinggkat penguasaan materi minimal 65% atau memperoleh nilai 6,5 atau 65.
Tuntas belajar individu =
                                       ii.            Ketuntasan belajar klasikal
Suatu kelas dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar klasikal, jika minimal 85% dari jumlah siswa yang ada dikelas tersebut mencapai tingkat ketuntasan individu.
Tuntas belajar klasikal  =

3.         Dengan mengenai minat siswa terhadap pembelajaran matematika
Untuk menetahui seberapa minat siswa dalam pembelajara aljabar khususnya dalam soal yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran creatif problem solving dengan pendekatan konnstektual,  maka digunakan lembar angket minat yng berupa kolom isian cheklist, dengan kriteria penilaian seebagai berikut :
              31 – 40 = minat siswa tinggi
              21 – 30 = minat siswa sedang
              10 – 20 = minat siswa rendah
              Skala penilaian :
              SS     : Sangat Setuju                        SS        : 4
              S        : Setuju                                    S          : 3
              KS     : Kurang Setuju                       KS       : 2
              TS     : Tidak Setuju                          TS        : 1
              Skor maksimum        : 40
              Skor minimum          : 10

4.         Data mengenai kerja sama dengan kelompok
Untuk menngetahu bagaiman kerja sama dalam kelompok dalam menyellesaikan soal-soal aljbar dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran creatif problem solving dengan pendekatan konstektual, maka digunakan angket kerjasam siswa yang bberupa angket pilihan ganda, dengan kriteria sebagai berikut :
31 – 40     = kerjasama dalam kelompok tinggi
21 – 30     = kerjasama dalam kelompok sedang
10 – 20     = kerjasama dalam kelompok rendah
Skala penilaian :
a.       Skor     = 4
b.      Skor     = 3
c.       Skor     = 2
d.      Skor     = 1
Skor maksimum           = 40
Skor minimum             = 10

5.         Data mengenai aktifitas guru dalam proses belajar mengajar
Untuk mengetahui seberapa besar aktiffitas guru dalam proses kegiatan belajar mengajar matematika didalam kelas, maka analisis in dilakukan pada instrumen lembar observasi guru dengan menggunakan teknik diskriptif melalui prosentase.
Adapun perhitungan presentase aktifitas guru dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut:
Skor penilaian =  x 100%
Skala penilaian
A    = 4                A    = Sangat baik              A    ; 85% -100%
B    = 3                B    = Baik                         B     : 75% - 85%
C    = 2                C    = Sedang                    C     : 66% - 75%
D    = 1                D    = kurang                     D    : 65%
Skor maksimum   : 40
Skor minimum     : 10

H.      Indikator Keberhasilan
Dalam penelitian tindakan kelas tentang model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran kretif problem solving dengan pendekatan konstektual indikator keberhasilanya meliputi :
1.         Guru dapat meningkatkan kinerja dalam pembelajaran. Dalam hal ini dapat dilihat dai perubahan perbaikan yang dilakukan oleh guru pada setiap pembelajaran sehingga kesalahan-kesalahan dalam proses pembelajarn dapat diminimalkan. Guru dapat dikatakandapat meningkatkan kinerjanya dalam pembelajaran apabila mencapai presentase keberhasilan ˃ 85%.
2.         Siswa dapat meningkatkan keaktifan dan kerjasamanya didalam pembelajaran serta mampu mempresentasikan hasil diskusinya dengan baik, dengan prosentase sebenarnya 85%.
3.         Siswa dapat meningkatkan hasil belajar dalam menyelesaikan masalah materi aljabar dengan ketuntasan belajar individu 65% dan ketuntasan belajar klasikal sekurang-kuranggnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada dalam kelas.
I.         SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Untuk mempermudah dalam memahami skripsi  ini maka secara keseluruhan sistematika penulisn skripsi susun menjadi tiga bagian yaitu :
A.    Bagian awal
Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman persetjuan, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi daftar lampiran, abstrak.
B.     Bagian Inti
Bbagian inti terdiri dari lima bab yaitu:
Bab I                 : Pendahulan, berisi latar belakang peneggasan istilah, rumusan  masalah, cara pemecahan masalah, serta sistematika penulisan skripsi.
Bab II                : Landasan teori dan hipootesis tindakan; membahas teori belajar, pembelajaran, model pembelajaran kopooperatif tipe jigsaw model pembelajaran problem solving dengan pendekatan konstektual, ringkasan maeri aljabar, kerangkka berfikir dan hipotesis tindakan.
Bab III              : Rencana penelitian; berisi lokasi penelitian, subjek penelitian, rencana tindakan, metode pengumpulan data dan iindikator kberhasilan.
Bab IV              : Pembahasan ; membaha hasil penelitian, implikasi teori, tindakan yang diambilsebagai hasil, penelitian terhadap hasil dan analisis data
Bab V                : penutup; berisi kesimpulan dan saran
C.     Bagian Akir
Daftar pustaka
Lampiran-lampiran


DAFTAR PUSTAKA

Mulyati M.Pd, 2005. Psikologi Belajar Yogyakarta: CV Andi ovset
Arikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Darsono, dkk. 2001. Belajar Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ibrahim, H.M., dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA – University Press.

KBBI.2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sudjana. 2005. Matode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Dalam http://akhmadsudrajat/wordpress.com/2008/08/15/pengertian-fungsi-dan-mekanisme-penetapan-kriteria-krtuntasan-minimal-kkm/, tanggal 28 Oktober 2009.

TIM MKPBN UPI. 2001 Strategi Pembelajaran matematika Kontemporer Bandung UPI

Suherman, E. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukino.2007. Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga.

Penyusun tim. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : balai Pustaka

Baharudin dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Malang Arruzz media

Hamruni Msi. 2009. Startegi dan Model-model Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan. Yogyakarta : UIN

Trianto, S.Pd., M.Pd. 2007.pembelajaran Inovatif broreantasi konstruktivistik. Jakarta Prestasi pustaka

Hodoyo Herman. 1990. Strategi belajar matematika . Perpustakaan ikip pgri semarang

Munandar Utami 2008, Psikologi Belajar. Jakarta
            Rajawali PEB
LEMBAR BIMBINGAN


Nama                        : Trisnawati
NPM                        : 07310401
Judul Skripsi            : Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Model Pembelajaran Creatif Problem Solving(Cps) Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas V11 Smp N 1 Susukan.
Pembimbing I           :
NO
Hari/Tanggal
Materi Bimbingan
Tanda Tangan































LEMBAR BIMBINGAN


Nama                        : Heri Cahyono
NPM                        : 07310199
Judul Skripsi            : Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Model Pembelajaran Creatif Problem Solving(Cps) Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas V11 Smp N 1 Susukan.
Pembimbing I           :  Prof. Dr Sunandar M.Pd
NO
Hari/Tanggal
Materi Bimbingan
Tanda Tangan
































LEMBAR BIMBINGAN


Nama                        : Heri Cahyono
NPM                        : 07310199
Judul Skripsi            : Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Model Pembelajaran Creatif Problem Solving(Cps) Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Aljabar Kelas V11 Smp N 1 Susukan.
Pembimbing I           : Drs Rasiman M.Pd
NO
Hari/Tanggal
Materi Bimbingan
Tanda Tangan